Thursday, September 25, 2008

Amalan Idul Fitri

Doa dan Zikir di Hari Kemenangan

Tak terasa, kita telah berada di penghujung Ramadhan 1429 H, dan sebentar lagi menghadapi Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Hari ke­menangan bagi mereka yang telah ber­hasil menyelesaikan ibadahnya di bu­lan suci Ramadhan dengan sebaik­ baiknya. Tetapi kemenangan itu bukan berarti kebebasan dalam arti membe­baskan diri dari upaya mengekang ha­wa nafsu. Kemenangan itu justru ha­ruslah dipandang sebagai langkah awal untuk menapak hari-hari yang lebih baik di bulan-bulan selanjutnya dalam menjalankan perintah agama.

Karena itulah, Hari Raya `Idul Fitri semestinya menjadi kelanjutan dalam meningkatkan ibadah dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Tanpa harus menghilangkan perasaan senang dan bahagia di hari raya, sebaiknya kita mengamalkan apa yang dituntunkan oleh agama dalam mengisi hari yang membahagiakan ini.
Yang perlu diketahui, Hari Raya 'Idul Fitri, baik malam maupun siang­nya, sebagaimana juga 'Idul Adha, ter­masuk saat yang mustajab untuk ber­doa. Karenanya, sangat disayangkan apabila kita biarkan berlalu begitu saja tanpa mengisinya dengan berbagai iba­dah dan amal kebaikan.
Untuk itu, dalam bonus kali ini ka­mi persembahkan kepada Anda ber­bagai dzikir dan doa yang bagus untuk kita amalkan di hari bahagia ini. Se­moga kita dapat mengamalkannya un­tuk menyempurnakan ibadah bulan Ra­madhan, dan agar kita benar-benar da­pat kembali pada kesucian sebagaimana yang menjadi harapan.
Amalan Hari Raya `Idul Fitri
Para ulama menyebutkan bebe­rapa amalan yang dapat kita lakukan pada Hari Raya `Idul Fitri, baik malam maupun siangnya, yang sebagiannya berasal dari hadits-hadits dan sebagi­an lagi dianjurkan oleh salafush sha­lih. Berikut sebagian di antaranya.

Menghidupkan Malam 'Idul Fitri

Berdasarkan hadits-hadits yang ada, disunnahkan kita menghidup­kan malam `Idul Fitri, sebagaimana juga malam `Idul Adha, dengan ba­nyak berzikir kepada Allah, mem­baca takbir, melakukan shalat, ber­doa, beristighfar, dan mengerjakan ketaatan-ketaatan lainnya. Juga di­sunnahkan banyak bersedekah.
Lafal takbir pada dasarnya ada­lah demikian:
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.
"Allah Mahabesar, Allah Mahabe­sar, Allah Mahabesar. Ticlak ada Tuhan melainkan Allah dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan segala puji milik Allah"

Dan menurut Imam Syafi'i, lebih bagus jika ditambahkan dengan ka­limat-kalimat berikut ini:

Allahu akbar kabira, wal-hamdu lil­lahi katsira, wa subhanallahi bukrataw­wa ashila, la ilaha illallahu wa la na `budu ills iyyah, mukhlishina lahud­dina walaw karihal-kafirun, la ilaha illallahu wahdah, shadaqa wa `dah, wa nashara 'abdah, wa hazamal-ahzaba wahdah, la ilaha illallahu wllahu akbar.

"Allah Mahabesar, sangat besar. Se­gala puji milik Allah, sungguh banyak se­kali. Mahasuci Allah, baik di pagi hari maupun di petang hari. Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Tak ada yang kami sembah melainkan Dia, dengan ikhlas menjalankan agama karena-Nya sekali­pun orang-orang kafir membenci. Tidak ada Tuhan melainkan Allah semata, Dia menepati janji-Nya, menolong hamba­Nya, menghancurkan sendiri sekutu ­sekutu musyrikin. Tidak ada Tuhan me­lainkan Allah dan Allah Mahabesar."
Kita mengumandangkan takbir di mana saja, baik di rumah, di masjid, di j alan jalan umum, di majelis-ma­jelis khusus, dan di mana saja di tem­pat yang layak untuk itu, karena tak­bir merupakan syiar hari raya.

Niat Mengeluarkan Zakat Fitrah
Niat mengeluarkan zakat adalah wajib dan niat itu letaknya di dalam hati sebagaimana pada ibadah-ibadah yang lain. Jadi, jika di dalam hati su­dah berniat, itu sudah cukup. Tetapi disunnahkan melafalkannya dengan lisan. Lafal niat zakat fitrah untuk diri sendiri adalah sebagai berikut:

Nawaytu an ukhrija zakatal-fithri `an nafsi fardhan lillahi ta`ala.

"Aku berniat mengeluarkan zakat fit­rah atas nama diriku sebagai kewajib­an karma Allah Ta'ala."

Jika zakat dikeluarkan atas nama orang lain, kata nafsi (diriku) diganti sesuai dengan orang yang dizakati, misalnya zawjati (istriku), waladi (anakku), walidi (ayahku), atau di­sebutkan namanya. Jika dirasakan sulit, tak apa-apa melafalkannya de­ngan bahasa Indonesia atau bahasa lain yang dipahami.

Doa setelah Mengeluarkan Zakat
Disunnahkan bagi orang yang mengeluarkan zakat, shadaqah, nadzar, kifarat, dan semacamnya,
mengucapkan doa berikut setelah mengeluarkannya:
Rabbana taqabbal minna, innaka antas-sami `ul-`alim.

"Tuhan Kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Men­dengar lagi Maha Mengetahui."

Doa Penerima Zakat

Sedangkan bagi yang menerima zakat, baik menerima untuk dirinya sendiri maupun sebagai amil yang akan menyalurkannya, dianjurkan mengucapkan doa berikut kepada orang yang menyerahkan zakat:

Ajarakallahu fima l a'thaita wa ja`­alahu laka thahuran wa baraka laka fima abqayta .

"Semoga Allah memberikan ganjar­an atas apa yang telah engkau beri­kan, menjadikannya sebagai penyuci bagimu, clan memberkahimu pada har­ta yang engkau sisakan.

Hal-hal yang Disunnahkan pada Hari Raya `Idul Fitri
Diantarayang disunnahkan pada Hari Raya 'Idul Fitri adalah makan sedikit sebelum pergi shalat `Idul Fitri. Sebaliknya pada Hari Raya `Idul Adha, kita disunnahkan untuk tidak makan apa-apa sampai selesai shalat 'Id. Disunnahkan pula mandi dan menggunakan wangi-wangian pada pagi hari raya serta memakai pakaian terbaik yang kita miliki.
Hal lain yang disunnahkan adalah pergi ke tempat shalat `Id dengan membaca takbir dan terus-menerus bertakbir hingga imam masuk sha­lat. Dan yang utama menurut sun­nah, pergi dan kembali dari shalat tidak melalui jalan yang sama.

Shalat `Idul Fitri
Shalat `Idul Fitri, sebagaimana juga shalat 'Idul Adha, menurut jum­hur ulama, hukumnya sunnah mu­akkadah (sunnah yang sangat di­tekankan). Dan sunnah menunai­kannya secara berjamaah. Boleh juga mengerjakannya sendiri, tapi itu kurang utama. Sekurang-kurangnya berjamaah adalah dua orang, yakni imam dan makmum. Tetap disunnahkan dua khutbah bagi orang yang melakukannya dengan berjamaah, meskipun hanya berdua.
Menurut para ulama Madzhab Syafi'i, shalat `Id lebih utama dikerja­kan di masjid, karena merupakan tempat yang termulia. Sedangkan para ulama di luar Madzhab Syafi'i pada umumnya berpendapat bahwa shalat `Id lebih utama dilakukan di tanah lapang yang luas dan suci, agar suara takbir membahana.
Ketika pergi ke tanah lapang atau ke masjid untuk menunaikan shalat 'Idul Fitri, disunnahkan kita berja­lan kaki seraya mengucapkan takbir dengan nyaring dan terus-menerus. Selain itu, yang utama menurut sun­nah, kita pergi dan kembali dari sha­lat `Id tidak melalui jalan yang sama.
Sebelum melakukan shalat 'Idul Fitri, kita disunnahkan makan se­dikit terlebih dahulu. Berbeda de­ngan ketika akan pergi shalat 'Idul Adha, disunnahkan kita tidak ma­kan apa-apa sampai kembali dari shalat.
Dan amat disukai pula kita mandi dan memakai wangi-wangian pada pagi hari raya ini serta memakai pakaian terbaik yang kita miliki. Al­Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW, meriwayatkan, "Pada setiap hari raya, Rasulullah SAW menyuruh kami agar mengenakan pakaian terbaik yang kami miliki, memakai minyak wangi terbaik yang kami punyai, dan menyembelih hewan qurban termahal yang kami mampu sediakan."
Disunnahkan pula mengajak ka­um perempuan yang dewasa maupun yang masih remaja, telah bersuami maupun yang masih gadis, demikian pula anak-anak, untuk menghadiri shalat hari raya. Bahkan, wanita yang sedang haid pun dianjurkan ha­dir, untuk mendengarkan khutbah. Tetapi jika pelaksanaannya di dalam masjid, wanita yang sedang haid itu harus mencari tempat tersendiri, tidak masuk ke dalam masjid.
Yang perlu diperhatikan, wanita yang akan melakukan shalat `Id ti­dak boleh memakai pakaian yang berlebihan, tidak berdandan secara mencolok, dan tidak memakai wangi­ wangian yang kuat aromanya, kare­na akan menjadikan mereka sebagai sumber fitnah (godaan). Artinya, kaum laki-laki mungkin akan tergo­da oleh penampilan yang demikian dan mungkin juga akan menggoda, sehingga merugikan kedua pihak.
Shalat `Idul Fitri dikerjakan dua rakaat, seperti shalat yang lain, dan tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudahnya. Kecuali, apabila dilaku­kan di masjid, tetap disunnahkan melakukan shalat Tahiyyatul Mas­jid sebelum duduk.
Pada shalat `Id tidak ada adzan dan iqamah, karena hal itu tidak di­contohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, ia mengatakan, "Aku per­nah melakukan shalat `Id bersama Nabi SAW, bukan hanya sekali-dua kali, tanpa adzan dan iqamah." (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan At­-Tirmidzi)). Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan Jabir, "Belum pernah dilakukan adzan dan iqamah pada Hari Raya `Idul Fitri dan `Idul Adha." (HR Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim).

Pada setiap rakaat sebelum mem­baca surah Al-Fatihah, kita disun­nahkan membaca beberapa takbir tambahan. Pada rakaat pertama, kita membaca tujuh kali takbir (se­lain takbiratul ihram) setelah mem­baca doa Iftitah. Dan pada rakaat ke­ dua, membaca lima kali takbir selain takbir ketika bangkit dari sujud.
Mengenai apa yang dibaca di an­tara satu takbir dan takbir lainnya, ada beberapa pendapat, sebagaimana yang diuraikan oleh An-Nawawi da­lam kitabnya, al-Adzkar. Menurut mayoritas ulama, kita disunnahkan mengucapkan kalimat berikut: :
Subhanallahi wal-hamdu lillahi wa la ilaha illallahu wallahu akbar.

"Mahasuci Allah, dan segala puji bagi-Nya. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, Allah Maha­besar."

Tetapi ada pula ulama yang ber­pendapat bahwa yang dibaca adalah kalimat ini:
La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul-mulku wa lahul-hamdu biya­dihil-khair, wa huwa `ala kulli syai-in qadir.

"Tiada Tuhan (yang berhak disem­bah) selain Allah semata, tiada sekutu apa pun bagi-Nya. Bagi-Nya-lah kera­jaan (kekuasaan) dan bagi-Nya jualah segala pujian. Di tangan-Nya semua kebaikan. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."

Ada pula yang mengatakan bahwa yang dibaca adalah kalimat berikut:

Allahu akbar kabira, wal-hamdu lil­lahi katsira, wa subhanallahi bukrataw­ wa ashila

"Allah Mahabesar, besar sekali. Se­gala puji milik Allah, sungguh banyak
sekali. Mahasuci Allah, baik di pagi hari maupun di petang hari"

Kita dapat memilih bacaan yang mana saja di antara bacaan-bacaan di atas. Seandainya semua bacaan tersebut tidak dibaca, bahkan bila takbir-takbir tambahan itu juga ti­dak dibaca, shalatnya tetap sah dan tidak perlu melakukan sujud sahwi. Hanya saja tidak mendapatkan ke­utamaan.
Jika imam lupa membaca takbir­ takbir itu sampai membaca Al-Fati­hah, menurut pendapat yang sha­hih, ia tidak perlu mengulangi untuk membaca takbir-takbir itu. Sedang­kan bagi makmum yang ketinggalan, jika imam sudah membaca beberapa kali takbir, ikutilah takbir yang di­ucapkan imam, tidak perlu diulangi yang tertinggal.

Mengenai surah yang dibaca, di­sukai sesudah membaca Al-Fatihah kita membaca surah AI-A’la pada ra­kaat yang pertama, dan pada rakaat yang kedua sesudah Al-Fatihah membaca surah Al-Ghasyiyah.
Sedangkan di dalam khutbahnya, khatib disunnahkan membaca takbir sembilan kali di awal khutbah yang pertama dan kemudian membaca takbir tujuh kali di awal khutbah yang kedua. Jadi sama dengan yang dilakukan ketika khutbah 'Idul Adha. Dan sangat baik khutbah itu diakhiri dengan firman Allah:

Subbhana rabbika rabbil-'izzati `am­ma yashifuna wa salamun `alal-mur­salina wal-hamdu lillahi rabbil-alamin.

"Mahasuci Tuhan-Mu, yang mempu­nyai kebesaran dari apa yang mereka sifatkan, dan kesejahteraan semoga terlimpah atas para rasul, clan segala pujian itu milik Allah, Pemelihara se­luruh alam."

Bacaan pada Hari Raya

Bacaan berikut sangat baik dibaca pada pagi Hari Raya 'Idul Fitri dan juga Hari Raya 'Idul Adha:

Astaghfirullahal –‘azhim (100 x)

“Aku memohon ampun kepada Allah, yang Maha Agung”

Subhanallahi wa bihamdih (300 x)
"Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya.”

Allahumma inni ahdaitu tsawaba hadzihit-tasbihati li amwatil-muslimina wal-muslimcit. (3 x)
“Ya Allah aku hadiahkan pahala tasbih ini untuk muslimin dan mulimat yang telah wafat.”
Di dalam kitab Al- Wasail Asy-Sya­fi'ah fi Al-Adzkar wa Al -Adiyyah li Al­-Asbab Al-Waqiah halaman 215-216, karya Habib Muhammad bin Ali Khird, disebutkan, di antara doa yang dapat dibaca pada hari raya adalah doa ini:
Allahumma inni as-aluka 'aysyatan taqiyyatan wa maytatan sawiyyatan wa maraddan ghayra mukhzin wala fadhih. Allahumma la tuhlikna faj-atan wala ta'khudzna baghtatan wala tu’jilna `an haqqin wa washiyyah. Allahumma inna nas-alukal-`afafa wal-ghina wat-tuqa wal-huda wa laa husna `aqibatil-akhirati wal-ula, wa na `udzu bika minasy-syakki wasy-syiqaqi war-riya-i was-sum`ati fi dinika ya muqallibal-qulub. (Rabbana la tuzigh qulubana ba `da idz hadaytana wa hab lana min ladunka rahmah. Innaka antal-wahhab).

"Ya Allah, sesungguhnya aku me­mohon kepada-Mu kehidupan yang bertaqwa, kematian yang benar, dan sebab yang tidak memalukan dan tidak pula membuka aib. Ya Allah. janganlah Engkau binasakan kami dengan tiba-tiba dan janganlah Eng­kau cabut kami dari kebenaran dan nasihat. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu sifat iffah (suka menjaga diri), kekayaan, ketaqwaan, petunjuk, dan akhir yang baik di dunia dan di akhirat. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keraguan, pertikaian, riya', dan sum'ah (melakukan sesuatu karena ingin didengar orang) dalam agama-Mu, wahai Dzat Yang mem­bolak-balikkan hati (Ya Tuhan kami.. janganlah Engkau simpangkan hati ­hati kami setelah Engkau berikan pe­tunjuk kepada kami, dan anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguh­nya Engkau Maha Pemberi anugerah)."

Di dalam kitab itu pula dikutip ucapan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menganjurkan agar kita membaca ayat-ayat berikut pada hari raya sebanyak tujuh puluh kali atau empat puluh kali:
Rabbana zhalamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhamna lanaku-nanna minal-khasirin. Faghfir lana warhamna wa anta khayrur-rahimin.
“ Ya Tuhan kami, kami telah menaniaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan mem­beri rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi (QS AI-A'raf: 23). Maka ampunilah kami dan kasihilah kami, dan Engkau ada­lah sebaik-baik yang mengasihi (QS AI-Mu'minun: 109).

Kemudian membaca ayat ini dua puluh kali:

Walladzi athma’u an yaghfira li kha-ti-ati yawmad-din

”Dan yang amat kuinginkan akan mengampuniku atas kesalahanku pada hari kiamat.” (QS Asy-Syu’ara 82)

Kemudian membaca ayat ini 20 puluh kali :

Qala rabbi inni zhalamtu nafsi faghfir li faghafara lah. Innahu huwal­ghafurur-rahim.

"la (Musa) berdoa, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku' Maka Allah mengampuninya. Se­sungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS AI-Qashash - 16)

Setelah itu membaca ayat ini:

La ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minazh-zhalimin.

"Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim." (QS A-l­Anbiya': 87).

Tahniah `Id
Apabila berjumpa dengan kerabat atau sahabat pada Hari Raya `Id, kita dianjurkan mengucapkan tah­niah (ucapan selamat). Diriwayat­kan oleh Jubair bin Nufair, "Sahabat Rasulullah SAW apabila berjumpa satu sama lain di Hari Raya `Id, mengucapkan:

Taqabbalallahu minna wa minkum.

`Semoga Allah menerima amalan kami dan amalanmu"'

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengata­kan dalam Fath AI Bari, "Sanad ha­dits ini hasan."

Agar Doa di Hari 'Idul Fitri Diterima
Sebagaimana telah disebut di atas, Hari Raya `Idul Fitri, baik ma­lam maupun siangnya, termasuk saat yang mustajab untuk berdoa. Karenanya, sangat bagus apabila saat-saat itu kita manfaatkan untuk memoho hajat-hajat kita kepada Allah SWT. Namun banyak orang yang telah lama berdoa tapi belum juga dikabulkan. Padahal, mereka merasa telah memohon dengan pe­nuh kesungguhan dan air mata pun telah jatuh bercucuran. Ada pula orang-orang yang dalam hidupnya acapkali ditimpa musibah yang datang susul-menyusul tak pernah berhenti.
Bagi mereka yang mengalami keadaan-keadaan sebagaimana di atas, tak ada jalan lain selain segera bertaubat dan beristighfar. Dengan banyak beristighfar, insya Allah doa kita akan lebih mudah diterima.
Di antara istighfar yang ma'tsur dan terkenal adalah istighfar berikut ini, yang dapat dibaca sebelum kita berdoa. Dan jika merutinkannya se­tiap hari 27 kali atau 25 kali, kita akan termasuk orang yang dikabul­kan doanya. Inilah istighfarnya:
Allahummaghfir lil-mu'minina wal­mu'minati wal-muslimina wal-musli­mati hayyihim wa mayyitihim wa syahi­dihim wa gha'ibihim wa qaribihim wa ba `idihim. Innaka ta `lamu matswahum wa mutaqallabahum.

"'Ya Allah, ampunilah kaum mu'minin dan mu'minat, muslimin dan muslimat; yang masih hidup dan yang sudah mati, yang hadir dan yang ghaib, yang dekat dan yang jauh. Sesungguhnya Engkau mengetahui tempat tinggal mereka dan mesa depan mereka.”

No comments: