Thursday, September 25, 2008

Mendung di Hari Kemenangan

Idul Firtri sudah di depan mata. Sudah selayaknya kita meraya­kan hari yang menjadi puncak kemenangan umat Islam itu, se­bulan berpuasa. Namun, selayaknya pula ungkapan ke­menangan itu tidak membuat kita mabuk kemenangan.
Dihampir setiap tempat di bumi ini, ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah, Rabbil `Izzati. Wajar, dan bahkan wajib , karena telah begitu melim­pah rahmat yang Dia curahkan kepada kita.
Rasa gembira kita menyambut Idul Fitri juga di­ungkapkan dalam gerak, pancaran rasa, dan lain-lain. Namun, semua itu tidak boleh ber­lebihan.
Kemenangan tetap harus diiringi ma­was yang istiqamah. Sejarah telah meng­ajarkan, betapa mabuk kemenangan telah berulang kali memperdaya umat manusia.
Peristiwa-peristiwa berikut terjadi di se­putar hari kemenangan, Idul Fitri. Memberi pelajaran berharga. Tidak mustahil, di tengah kemenangan, musibah (termasuk kematian) bisa saja menyelusup. Mengganti canda tawa menjadi untaian air mata.

Tanggal 3 Syawwal 8 H/sekitar 588 M, menurut sebagian sumber, dimulailah Perang Hunain. Perang yang berlangsung di ka­wasan antara Makkah dan Thaif tersebut, pe­cah lima betas hari setelah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah). Dua kabilah Arab yang belum masuk Islam, yaitu Hawazan dan Tsaqif, bersatu untuk melawan kaum musli­min. Mereka kemudian memasang beberapa jebakan buat mengalahkan pasukan muslim.
Kaum muslimin, yang masih dalam sua­sana kemenangan setelah menaklukkan Makkah, sempat lengah dan terpukul mundur. Namun, atas pertolongan Allah dan berkat kepemimpinan Rasulullah, mereka bisa se­gera bangkit kembali dan berjuang sampai akhirnya meraih kemenangan lagi.
Peristiwa ini diabadikan di dalam Al­Quran surah At-Tawbah ayat 25, yang arti­nya, "Sesungguhnya Allah telah menolong kamu di medan peperangan yang banyak, dan peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, ke­mudian kamu lari ke belakang dengan ber­cerai berai."
Musibah lain yang menimpa kaum musli­min di tengah semerbak Idul Fitri adalah wa­fatnya beberapa tokoh ulama. Tanggal 28 Ra­madhan 272 H/sekitar 852 M, Abu Mash'ar Balkhi, ahli astronomi dan ahli ilmu hadits asal Persia, wafat. Awal abed ke-3 H/9 M, ia pergi ke Baghdad untuk mempelajari astro­nomi den berbagai sumber ilmu dalam baha­sa Yunani, Suryani, India, dan Arab.
Dalam pandangan Abu Mash'ar, segala fenomena di alam ini, termasuk astronomi, ber­sumber dari Tuhan. Di antara karya-karyanya, AI-Madkha/ Al-Kabir dan Al-Mawalid Ash­ Shagirah.

Meninggalnya Para Pembesar
Tokoh lain yang wa­fat menjelang Idul Fitri adalah Ibnu Fu­rat. Sejarawan dan ahli,figih asal Mesir ini meninggal dunia di kota Kairo pada 29 Ra­madhan 807 H/sekitar 1387 M. Sejak remaja, tokoh kelahiran kota yang sama tahun 735 H/kurang lebih 1315 M itu telah mulai mene­laah berbagai bidang ilmu, terutama sejarah.
Di antara karya-karya Ibnu Furat yang ter­penting adalah kitab Tarikhud-Duwal Wal Muluk, yang juga dikenal dengan nama Sejarah Ibnu Furat. Di dalamnya ia menulis berbagai kejadian di abad ke-6 dan 7 Hijriah secara berurutan dari tahun ke tahun. Di tiap akhir tahun, ia menuliskan nama-nama pem­besar yang meninggal di tahun itu. Karya ibnu Furat lainnya berjudul Asma'us Shahabah den Tarikh AI-Ibad wal Bilad.
Tahun 584 H/sekitar 1164 M, kegembiraan hari raya Idul Fitri kota Baghdad juga pernah diselingi hujan air mata. Yakni, ketika pada tanggal 2 Syawwal Ibnu Ta’awidzi penyair dan sastrawan Baghdad, meninggal dunia . Ia dikenal sebagai penyair yang banyak menggubah syair pujian kepada Rasulullah dan ahlul bait. Penyair yang lahir tahun 519 H/sekitar 1099 M ini diakhir hayatnya menderita kebutaan. Meski demikian, itu tidak menghalanginya untuk menulis dan melahirkan karya-karya sastra.

Masih pada tanggal yang sama di tahun 604 H/sekitar 1184 M, Abu Bakar Niqasy, dan ahli hadits asal Irak, juga me­ninggal dunia. Sejak usia muda, ia telah menimba ilmu dari sejumlah guru besar di masa itu . Niqasy juga melakukan per­jalanan ke berbagai negeri Islam.
Abu Bakar Niqasy dikenal sebagai ulama besar ahli tafsir dan hadits yang meninggaIkan banyak karya. Ibnu Nadim dalam kitab AI-Fihrits-nya menyebutkan, banyak kitab yang ditulis Abu Bakar Niqasy. Meski demikian, dari semua karya tersebut hanya kitab tafsir Syifaush-Shadr yang mewarnai kepustakaan umat Islam.
Ulama lain yang wafat di minggu pertama bulan Syawwal adalah Imam Daruquthni (4 Syawwal 351 H/sekitar 931 M) dan Ibnu Bardis (6 Syawal 786 H/kurang lebih 1366 M). Imam Daruquthni dikenal sebagai ulama dan sastrawan terkenal abad ke 4 H/10 M. la juga qari dan mufassir kenal di zamannya. Di antaranya adalah kitab berjudul Al­-Mujamul Akbar dan AL-Manasik.
Sedangkan Ibnu Bardis adalah penyair hadits kelahiran Ba'labah, Lebanon. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dikotanya, ia melanjutkan belajar ke kota damaskus, Syria. la juga sempat melakukan perjalanan ke berbagai negara Islam untuk menimba ilmu. Ibnu Bardis di­
Kenal taat beragama dan memiliki akhlaq yang baik. Salah satu karya yang diting­galkan Ibnu Bardis adalah buku berjudul Al-A’lam Fi Wafiyaatil A’lam.

No comments: