Wednesday, October 15, 2008

SABAR DAN BERSYUKUR

Iman itu terdiri dari dua bagian. Setengahnya adalah kesabaran dan setengahnya lagi adalah rasa syukur, sesuai dengan yang dise­butkan dalam kabar-kabar dan atsar-atsar.
Adapun kesabaran, Allah Ta'ala telah berfirman memuji sifat itu, "Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar." (QS. As-­Sajdah: 24)

Allah Ta'ala berfirman, "Dan telah sempurnalah perkataan Tuhan-mu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka." (QS Al-A'raf:137)
Allah Ta'ala berfirman, "Kami akan memberi balasan kepada orang­-orang yang sabar." (QS. An-Nahl: 96)
Nabi Saw. ditanya tentang iman, maka beliau menjawab, "Kesa­baran dan tenggang rasa."
Nabi Saw. bersabda, "Kesabaran itu adalah harta terpendam di surga."

A. Hakikat Kesabaran
Kesabaran terdiri dari pengetahuan, keadaan, dan amal. Pengeta­huan di dalamnya seperti pohon, keadaan seperti ranting-ranting, dan amal seperti buah. Maka engkau ketahui bahwa maslahat keaga­maan terdapat dalam kesabaran. Akibatnya, timbul kekuatan dan dorongan untuk melakukan kesabaran. •
Hal itu dilakukan terhadap ibadah atas sabar dari melampias­kan syahwat. Dalam semua keadaan itu membutuhkan semacam kesabaran hingga tidak berlebih-lebihan dalam melakukan per­buatan-perbuatan yang mubah.
Adapun kesabaran dalam ibadah hendaklah diketahui bahwa seseorang bersabar beberapa hari dan akan bahagia selama-lamanya sebagai imbalannya. Ia memerlukan kesabaran untuk tidak menyiar­kan dan merusaknya dengan riya'.
Kesabaran terbesar adalah sabar dalam menahan diri dari me­lampiaskan syahwat dan berlarut-larut dalam melakukannya, dan jugs seseorang harus sabar bila diganggu oleh seseorang dengan perkataan atau perbuatan.

Seorang sahabat Nabi Saw. berkata, "Kami tidak menganggap iman seseorang sebagai iman bila ia tidak sabar di kala menghadapi gangguan."
Allah Ta'ala berfirman, "Dan Kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan ha­nya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang bertawakal. " (QS. Ibrahim:12)
Kesabaran ini terkadang dilakukan atas perbuatan itu dengan menahannya annya dan terkadang sabar dari pembalasannya. Kedua hal menunjukkan kesempurnaan iman.
Macam yang lain adalah sesuatu yang menyerang tanpa disengaja,seperti musibah berupa penyakit, hilangnya penglihatan, kelumpuhan anggota tubuh, dan kematian orang yang dicintai. Ibnu abbas ra. berkata, "Kesabaran dalam Al-Qur'an ada tiga macam, yaitu kesabaran untuk menunaikan kewajiban-kewajiban karna Allah Ta'ala dan ia mempunyai 300 derajat, kesabaran untuk tidak melanggar larangan-larangan Allah Ta'ala dan ia mempunyai 600 derajat, dan kesabaran dalam menghadapi musibah pada pukulan pertama dan ia mempunyai 900 derajat."
Kesabaran yang bagus itu ialah yang tidak diketahui dari penderita ­musibah, dan tidak mungkin mencapai hal ini kecuali dengan latihan yang lama dalam masa yang lama. Wallahu a'lam.
B. Syukur
Adapun rasa syukur, keutamaannya ialah bahwa Allah mengait­kannya dengan zikir, sedangkan Allah Ta'ala berfirman, "Sesung­guhnya zikrullah (mengingat Allah) itu lebih besar." (QS. Al-Anka­but 45)
Allah Ta'ala berfirman, "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku." (QS. Al-Baqarah:152)
Allah Ta'ala berfirman, "Dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur." (Ali-Imran: 144)
Allah Ta'ala berfirman, "Sedikit saja dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS. Saba':13) Di antara kabar-kabar adalah sabda Nabi Muhammad SAW, "orang yang makan dan bersyukur sama derajatnya dengan orang puasa yang sabar."
Rasa syukur itu dinyatakan dengan mengetahui bahwa tiada pemberi kenikmatan selain Allah. Kemudian apabila engkau ketahui rincian-rincian nikmat Allah atas dirimu pada anggota-anggo­ta badanmu, tubuh dan jiwamu serta segala yang engkau perlukan dari urusan-urusan penghidupanmu, timbullah di hatimu kegembi­raan terhadap Allah dan nikmat-Nya serta karunia-Nya atas dirimu.
Adapun dengan hati, rasa syukur itu dinyatakan dengan me­nyembunyikan kebaikan bagi seluruh manusia dan menghadir­kannya selalu dalam mengingat Allah Ta'ala sehingga tidak melu­pakannya.
Adapun dengan lisan, engkau nyatakan dengan banyak mengucap tahmid.
Dengan anggota tubuh dinyatakan dengan menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta'ala dalam menaati-Nya dan menghindari penggunaan nikmat-Nya untuk mendurhakai-Nya.


Syukur mata dinyatakan dengan menutupi setiap kejelekan yang engkau lihat dari seorang muslim dan tidak menggunakannya untuk melihat maksiat.


Syukur telinga dinyatakan dengan menutupi kejelek­an-kejelekan yang didengar dan mendengarkan apa-apa yang dibolehkan saja.
Nabi Saw. berkata kepada seorang laki-laki, "Bagaimana kea­daanmu di waktu pagi ini?"
Orang itu menjawab, "Baik."
Nabi Saw. mengulangi pertanyaan itu dan orang tersebut me­ngulangi jawabannya hingga pada ketiga kalinya ia menjawab, "Keadaanku baik dan aku memuji syukur kepada Allah Ta'ala."
Nabi Saw. berkata, "Inilah yang aku inginkan darimu."
Setiap orang jika ditanya tentang sesuatu, maka ia antara bersyu­kur atau mengeluh. Bila ia bersyukur, maka ia pun telah menaati Allah. Dan apabila mengeluh, maka ia pun durhaka.
Jika ada yang bertanya, "Apa makna syukur, sedangkarn syukur adalah nikmat sempurna dari Allah Ta'ala?" Maka kami jawab, "Pertanyaan ini telah terlintas di hati Dawud dan Musa as."
Maka Musa as. berkata, "Bagaimana aku mensyukuri-Mu, sedang­kan aku tak dapat mensyukuri-Mu kecuali dengan nikmat yang berasal dari nikmat-Mu?"
Kemudian Allah Ta'ala mewahyukan kepadanya, "Apabila engkau mengetahui ini, maka engkau pun telah mensyukuri Aku."
Dalam kabar lain, "Apabila engkau tahu bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari-Ku, maka Aku rela hal itu sebagai pernyataan syukur darimu."
Jika engkau katakan, "Aku tidak mengerti dengan jawaban ini, maka itu juga merupakan nikmat dari-Nya."
ini adalah cabang dari satu bab tauhid, yaitu bahwa Dialah yang mensyukuri dan disyukuri, yang mencintai dan yang dicintai. Tiada sekutu pun di wujud ini selain Allah. Segala sesuatu akan binasa kecuali l diri-Nya, dan ini adalah kebenaran yang azali dan abadi, karena tiada sesuatu pun di wujud ini selain Allah. Dia berdiri sen­diri.
Segala Sesuatu Selain Dia Dirikan olehnya Maka Dialah yang Sendiri dan Hidup Kekal
Ketika membaca ayat "Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)", (QS. Shaad: 44) Habib bin Habib berkata, :"Alangkah mengherankannya, Allah memberi dan memuji, sebaga isyarat bahwa apabila Allah memuji pemberiannya, maka Dia memuji diri-Nya. Maka Allah yang memuji dan Dialah yang dipuji."
Dari sinilah, Asy-Syeikh Abu Said Al-Maihani memandang ketika dibacakan di hadapannya "Dia mencintai mereka dan mereka mencintainya ", maka ia berkata, "Demi umurku, sungguh Dia mencintai mereka dan biarkan Dia mencintai mereka bagi diri-Nya."
Dialah yang mencintai dan Dialah yang dicintai. Ini adalah ting­kat yang tinggi dan tidak sampai kepada pemahamanmu kecuali dengan sebuah contoh menurut kadar akalmu.
Telah jelas bagimu bahwa apabila pengarang mencintai kara­gannya, maka ia pun telah mencintai dirinya. Apabila pembuat sesuatu mencintai buatannya, maka ia pun telah mencintai dirinya. Apabila seorang ayah mencintai anaknya karena ia anaknya, maka ia pun telah mencintai dirinya. Segala sesuatu di dalam wujud selain Allah Ta'ala adalah karangan dan buatan. Jika Allah mencintainya, maka sesungguhnya Allah mencintai diri-Nya. Ini adalah pandangan dari sisi tauhid.
Itulah yang diisyaratkan dengan perkataan Sufi, "Ia lenyap dari dirinya dan orang lain sehingga tidak melihat selain Allah."
Orang-orang tidak memahami hal ini sehingga mereka mem­persalahkan para Sufi.
Mereka berkata, "Bagaimana ia lenyap, panjang bayangannya tetap seperti dulu dan setiap malam dan siang memakan berbagai macam makanan.
Orang-orang menertawakan mereka karena kebodohan mereka, padahal syarat bagi orang-orang yang arif adalah menjadi tertawaan orang-orang bodoh."
Allah Ta'ala berfirman, "Sesunguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman." (QS. Al­Muthaffifin: 29)
Hingga firman Allah, "Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir." (QS. Al-Muthaffifin: 34)
Maka, rasa syukur adalah penggunaan nikmat di jalan yang di­ciptakan baginya. Contohnya, seorang raja mengirim kepada seorang sahayanya seekor kuda dengan segala keperluannya untuk diken­darai. Jika ia menaiki dan menggunakannya di jalan yang telah ditetapkan baginya, maka ia pun menggunakan nikmat itu dengan semestinya. Jika ia menaikinya dan menjauh dari raja, maka itu. adalah kebodohan dan mengingkari nikmat. Wallahu a'lam.

No comments: