Monday, July 21, 2008

Terpuruknya Kemuliaan Diri

Nasib manusia tak ubahnya seperti roda yang berputar
Kadang ia berada di atas
namun pada kali lain tiba-tiba berada di bawah

Hari ini seseorang mungkin tengah asyik menikmati karunia kemuliaan
Hidup penuh gelimang penghargaan, penghormatan,
dan pujian dari sesama manusia lantaran harta, gelar,
dan jabatan tergenggam di tangan.
Akan tetapi, esok lusa mungkin ia jatuh terpuruk menjadi makhluk
yang hina dina. Hidup berlumuran aib, sehingga ke mana pun kakinya melangkah, cercaan, celaan, cibiran, dan cemoohan senantiasa menimpuki sekujur tubuhnya.
Orang-orang yang dulu menghormati dan mengalunginya dengan sanjung puji
telah menjauhinya sejauh-jauhnya

Tinggallah ia sendiri menjalani hidup tanpa harga diri.
Beruntunglah bila semua hanyalah "sekadar" ujian dari Allah
dan disadari sepenuhnya,
sehingga ia pun menjadi ahli syukur ketika ujian berupa bala bencana
datang mendera.Tetapi, sungguh amat celaka bila semua itu tak lebih merupakan laknat Allah
sehingga datangnya dunia membuat ia terlena,
sehingga ia tidak punya harga hidup di dunia.

Sedangkan datangnya bencana membuat dirinya benar-benar tidak lagi punya harga hidup di dunia.
Baik dalam pandangan manusia maupun dalam pandangan-Nya.
Harga diri adalah barang teramat mahal
yang sekali-kali tidak akan bisa dibeli dengan uang. Namun, sayangnya manusia yang telah mabuk dengan harta, gelar,
dan kedudukan, justru beranggapan bahwa harga diri akan datang
bila segala asesoris duniawi itu tergenggam erat di tangan

Padahal, demi Allah,
itulah jiwa materialistis yang akan menghancurkan harga diri seseorang.

Menurut Prof Emil Salim, ada lima ciri bangsa yang telah terasuki karakter kapitalistik.

Pertama,
segalanya hanya diukur dengan materi

Kedua,
rakus, tamak, dan tidak pernah merasa puas dalam memenuhi kebutuhan diriKetiga,
aji mumpung

Keempat,
individualistis atau hanya mau mementingkan dirinya sendiri

Kelima,
hanya mau berkalkulasi untung rugi

Sekiranya kita telah ikut terasuki karakter seperti ini, maka hancurnya harga diri dan tinggal menunggu waktu.

Apa saja faktor penghancur harga diri tersebut ?

Tak tahu malu dan enggan membalas jasa budi baik orang lain
merupakan dua di antara empat karakter negatif
yang sangat potensial membuat terpuruknya kemuliaan diri itu. Tidak tahu malu
Inilah faktor pertama yang sangat potensial dapat menghancurkan harga diri kita
Sekali seseorang tebal muka, bermuka badak,
maka ia tidak akan pernah merasa malu kalau hidupnya menjadi beban bagi orang lain.
Di rumah, di kantor, maupun di lingkungan masyarakatnya
ia hanya menjadi beban lantaran telapak tangannya selalu
ia tadahkan kepada orang lain.

Ketika pergi ke sekolah atau ke kantor, ia sangat senang mencari tumpangan.la begitu menikmati jok mobil atau motor temannya tanpa sedikit pun terlintas di benaknya untuk membalas jasa, membelikan bensin atau mencucikan kendaraannya, misalnya.

Hidup berkeluarga, bertahun-tahun ikut numpang di rumah mertua,
namun semuanya ia jalani dengan ringan, tanpa berpikir sama sekali untuk turut membayarkan listrik, telepon, atau air ledeng yang sehari-hari dipakainya.

Pemuda yang telah tamat sekolah, susah mencari kerja,
tetapi sehari-hari hanya duduk mencangkung,
sementara batang demi batang rokok ia isap,
yang uang pembelinya ia dapatkan dari orang tua. Siapa pun yang selama hidupnya hanya mengharapkan uluran tangan orang lain
tanpa kemauan untuk suatu ketika memberikan sesuatu kepada orang lain,
maka sehebat apapun ia, manusia-manusia benalu semacam ini tidak akan pernah mempunyai nilai.

Islam mengajarkan, harga diri kita harus dijaga sekuat-kuatnya
Allah yang Mahakaya tidak mungkin lupa terhadap kebutuhan hamba-hamba-Nya

Terlalu berharap banyak dari makhluk,
banyak suka terhadap apa yang ada di tangan orang lain; semua ini hanya akan membuat rontoknya wibawa dan kemuliaan diri kita. Benar, kita memiliki beberapa kekurangan yang membuat kita membutuhkan pertolongan orang lain
Akan tetapi, hal yang harus kita ingat baik-baik adalah
bahwa setiap kali kita menjadi beban bagi orang lain, maka kita pun harus berjuang sekuat tenaga
agar bisa meringankan beban orang lain semampu kita

Belajarlah untuk malu menikmati sesuatu yang bukan menjadi hak kita
Karena, tanpa ini kita tidak akan pernah mempunyai harga
dalam mengarungi hidup di dunia ini. Tidak tahu balas budi
Membalas budi baik yang pernah dilakukan orang lain terhadap kita, sebenarnya bukanlah perkara yang sulit
Akan tetapi, sungguh tidak banyak orang yang memiliki kemauan
dan kemampuan semacam ini.
Padahal, ketika sangat membutuhkan bantuan seseorang
Kita begitu bersungguh-sungguh mengiba
karena amat berharap orang sudi memberikan pertolongan

Namun. begitu masalah terpecahkan, kita pun segera melupakannya
seolah-olah jalan keluar itu datang dengan sendirinya. Satu contoh ringan saja
Ketika sakit biasanya kita segera pergi ke dokter untuk berobat
Namun, apa yang terjadi setelah penyakit sirna dari tubuh ?
Kita pun segera kembali tenggelam dengan kesibukan sehari-hari

Hampir tidak pernah terlintas dalam pikiran kita untuk mengangkat gagang telepon
atau menulis surat sekadar untuk mengucapkan terima kasih kepada dokter tersebut.
"Bukankah sudah saya berikan sekian ribu rupiah untuk jasa pengobatan?,"
itulah yang paling lumrah kita ucapkan. Bahkan, ada sebuah pepatah,
"Karena nila setitik, rusak susu sebelanga".

Bertahun-tahun seseorang telah menghidupi kita
Dari asalnya seorang pengangguran, diberinya kita lapangan pekerjaan. Kebutuhan kita pun jadi tercukupi berkat imbalan yang diberikan. Terkadang kita lalai, terkadang pula mungkin
sempat mengambil yang bukan menjadi hak kita
Namun, tidak membuat kita diberhentikan dari pekerjaan
Apa yang terjadi kemudian? Suatu ketika orang itu berbuat sesuatu yang membuat perasaan kita tersakiti
maka serta-merta hilanglah segala kebaikan yang selama ini ia berikan
Yang melingkar di dalam pikiran justru keburukan yang pernah dilakukannya kepada kita itu,
walau mungkin hanya satu kali. Bukan tidak mungkin pula, hal itu hanya sebuah kesalahpahaman.

Nah, bisakah harga diri kita pertahankan bila memiliki karakter demikian ? Sanggupkah kita mengubah persepsi negatif terhadap orang lain yang justru diakibatkan oleh peremehan kita terhadap jasa orang tersebut? Mari kita renungkan dalam-dalam!

Wallahu a'lam bisshawab.

No comments: