Friday, December 5, 2008

AMALIAH IDUL ADHA

Tak lama lagi kita akan memasuki Hari Raya Idul Adha. Meskipun di Indonesia kaum muslimin menyam­but hari raya ini tidak seperti menyambut raya 'Idul Fitri, sesungguhnya ia tak kalah penting. Bahkan, ia memiliki kelebihan yang tak terdapat pada hari raya `Idul Fitri maupun pada hari-hari besar umat Islam lainnya. Yang paling penting, hari raya ini di antaranya berkaitan de­ngan pelaksanaan ibadah haji, juga dengan ibadah qurban.
Sebagaimana `Idul Fitri, `Idul Adha juga hari raya kita yang harus kita agung­kan, dengan melaksanakan berbagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. `Idul Fitri dan `Idul Adha adalah hari raya tahunan kita, di samping hari raya setiap pekan, yaitu hari Jum'at. Da­lam hadits disebutkan, Rasulullah SAW mensyariatkan dua hari raya ini sebagai ganti dua hari raya Jahiliah yang digunakan orang Arab untuk masa-masa keramaian dan riang gembira. Rasulullah SAW berkata kepada penduduk Madinah, "Allah telah menggantikan kedua hari Jahiliah ini dengan yang lebih baik dari­pada keduanya, yaitu hari `Idul Adha dan `Idul Fitri."

Menghidupkan Hari dan Malam `Idul Adha
Ada beberapa hal penting berkaitan de­ngan `Idal Adha, terutama bagi mereka yang tidak sedang melakukan ibadah haji, yaitu tentang menghidupkan malam `Idul Adha, pelaksanaan shalat `Idul Adha, dan penyembelihan qurban. Meskipun masa­lah-rnasalah tersebut adalah hal-hal biasa saja yang secara rutin kita alami dan kita jalani, banyak hal penting berkaitan de­ngan ketiga persoalan tersebut yang perlu kita perhatikan. Beberapa hal di antaranya mungkin belum kita ketahui atau belum kita pahami, karena jarang dibicarakan atau disampaikan. Karena itulah, bonus doa kali ini akan menyuguhkan kepada Anda amalan-amalan yang berkaitan de­ngan hal-hal tersebut disertai penjelasan yang terperinci.

PUASA HARI ARAFAH
Sebelum memperhatikan amalan-amal­an yang berhubungan dengan meng­hidupkan malam dan hari `Idul Adha, kita perhatikan dulu ihwal puasa hari Arafah.

Sebelum Hari Raya 'Idul Adha, kita terlebih dahulu memasuki hari Arafah, yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari itu orang-orang yang tidak me­laksanakan ibadah haji disunnahkan berpuasa. Orang-orang yang melaksana­kan ibadah haji sedang berwuquf di Arafah. Puasa Arafah merupakan salah satu puasa yang disunahkan Rasulullah SAW.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa mengerjakan puasa di hari Arafah ka­rena hanya mengharapkan ridha Allah, Allah akan menghapuskan doss-dosanya selama satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang." Namun orang­orang yang sedang melaksanakan ibadah haji (berwuquf di Arafah) dilarang ber­puasa pada hari tersebut. Abu Hurairah RA berkata, "Rasulullah SAW melarang berpuasa pada hari Arafah kepada orang­orang yang sedang berwuquf."

Menghidupkan Malam 'Idul Adha

Berdasarkan hadits-hadits yang ada, disunnahkan kita menghidupkan malam 'Idul Adha, sebagaimana juga malam 'Idul Fitri, dengan banyak berdzikir ke­pada Allah, melakukan shalat, berdoa, beristigfar, dan mengerjakan ketaatan-­ketaatan lainnya. Juga disunnahkan ba­nyak bersedekah. Di dalam Al-Quran di­katakan, "Dan sebutlah Allah di hari-hari yang berbilang-bilang." (QS Al-Bagarah: 203 1. Menurut Ibn Abbas, hari yang ber­bilang-bilang itu adalah ketiga hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijj ah).

Para ulama berbeda pendapat tentang berapa lama ukuran waktu untuk dapat dikatakan telah menghidupkan malam 'Idul Adha. Ada yang berpendapat, sese­orang harus menggunakan sebagian be­sar waktu malam itu untuk beribadah. Tetapi ada pula yang mengatakan, ber­ibadah beberapa saat saja di malam itu telah memadai.
Di malam 'Idul Adha serta sebelum dan sesudahnya kita disunnahkan ber­takbir, yakni sejak setelah shalat Subuh

pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai setelah shalat Ashar hari tasyriq yang terakhir, yakni tanggal 13 Dzulhij­jah. Jadi waktunya lebih lama dibanding­kan takbir pada saat 'Idul Fitri.

Dalam hadits yang diriwayatkan Ath­Thabarani dari Ubadah bin Shamit di­katakan, "Barang siapa menghidupkan dua malam 'Id, tidaklah mati hatinya di saat mati seluruh hati_' Dalam hadits lain yang diriwayatkan Anas dikatakan, "Hiasilah dua hari raya mu dengan tah­lil, takbir, tahmid, dan taqdis (menyuci­kan Allah)

Lafaz takbir adalah sebagai berikut:

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

"Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar."

Tetapi redaksi takbir pada 'Idul Adha dan juga 'Idul Fitri yang biasa dibaca masyarakat Islam sejak masa sahabat adalah berikut ini

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illallahu wallahu akbar, Allahu akbar wa lilahil-hamd.

-Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Tidak ada Tuhan melain­kan Allah, dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan segala puji milik Allah."

Dan menurut Imam Syafi'i, bagus jika ditambahkan dengan kalimat-kalimat berikut ini:

Allahu akbar kabira, wal-hamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukrataw-wa ashila, la ilaha illallahu wa la na'budu illa iyyah, mukhlishina lahud-dina walau karihal-kafirun, la ilaha illallahu wahdahu shadaqa wahdahu wa nashara 'abdahu wa hazamal-ahzaba wahdahu la ilaha illallahu wallahu akbar.

“ Allah Mahabesar ,sangat besar sekali.Segala puji milik Allah, sungguh banyak sekali.Mahasuci Allah,baik di pagi hari maupun di petang hari.Tidak ada Tuhan melainkan Allah.

Tak ada yang kami sembah melainkan Dia, dengan ikhlas menjalankan agama karena-Nya sekalipun orang-orang kafir membenci. Ti dak ada Tuhan melainkan Allah semata, Dia menepati janji-Nya, me­nolong hamba-Nya, menghancurkan sekutu-sekutu musyrikin sendirian. Tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Allah Maha­besar.'
Selama hari-hari takbir itu, kita me­ngumandangkan takbir setiap selesai me­lakukan shalat apa saja, baik shalat far­dhu. shalat sunnah, maupun shalat Jena­zah. Juga baik shalat fardhu itu shalat yang tunai, shalat qadha, maupun shalat yang dinazarkan. Takbir itu dapat dibaca di rumah, di masjid, di jalan jalan umum, di majelis-majelis khusus, di mana saja di tempat yang layak untuk itu, karena takbir itu merupakan syiar hari raya.

Malam 'Idul Adha dan juga siang harinya adalah salah satu di antara saat ­saat yang paling utama dalam setahun dan penuh dengan keberkahan. Berdoa di waktu itu sangat dianjurkan, karena merupakan saat dikabulkannya per­mohonan. Karena itu, sebaiknya malam dan siang hari 'Idul Adha, selain diguna­kan untuk mengerjakan hat-hat lain, juga dimanfaatkan untuk menyampaikan apa yang kita butuhkan kepada Allah SWT.

Untuk keperluan di atas, kita dapat me­lakukan shalat Hajat_ Di antara caranya adalah yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abi Aufa, ia mengatakan, "Rasulullah pernah keluar ke tempat kami kemudian bersabda. 'Barang siapa memiliki ke­butuhan kepada Allah atau kepada se­orang manusia, hendaklah ia berwudhu dan membaguskan wudhunya, lalu melakukan shalat dua rakaat, kemudian memuji (bertahmid ) kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi SAW. Setelah itu mengucapkan:

La ilaha illallahul-halimul-karim, sub­ hanallahi rabbil-`arsyil-`azhimi wal-hamdu lillahi rabbil-`alamin, as'aluka mujibati rah­matika wa`aza'ima maghfiratika wal-gha­nimata min kulli birrin was-salamata min kulli dzanbin, la tada ` li dzanban illa ghafartahu wa la hamman illa farajtahu wa la hajatan hiya laka ridhan illa qadaytaha ya arhamar­-rahimin.

"Tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Penyantun lagi Maha Pemurah. Mahasuci Allah, Tuhannya Arsy, yang agung, dan segala puji milik Allah, Tuhan sekalian alam. Aku memohon kepada-Mu penyebab-penyebab rahmat-Mu, ampun­an-Mu, simpanan setiap kebaikan, dan ke­selamatan dari setiap dosa. Janganlah Engkau biarkan suatu dosa padaku melain­kan aku Engkau ampuni, jangan biarkan suatu kesusahan melainkan Engkau le­paskan, jangan pula biarkan suatu ke­butuhan yang Engkau ridhai melainkan Engkau penuhi, wahai Yang Paling Peng­asih di antara yang pengasih.

Shalat Idul Adha

Shalat `Idul Adha, sebagaimana juga shalat `Idul Fitri, menurut jumhur Ulama, hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) bagi orang yang wajib melakukan shalat Jum'at. Pertama kali shalat ini dilakukan oleh Rasulullah SAW pada tahun kedua Hijriah dan be­liau terus melakukannya sampai berpu­lang ke rahmatullah. Dan sunnah menu­naikannya secara berjamaah.
Boleh juga mengerjakannya sendiri, tapi itu kurang utama. Sekurang-kurangnya berjamaah adalah dua orang, yakni imam dan mak­mum. Tetap disunnahkan dua khutbah bagi orang yang melakukannya dengan berjamaah meskipun hanya berdua.

Menurut para ulama Madzhab Syafi'i, shalat 'Id lebih utama dikerjakan di masjid, karena merupakan tempat yang termulia. Tetapi para ulama di luar Madzhab Syafi'i pada umumnya berpen­dapat, shalat `Id lebih utama dilakukan di tanah lapang yang luas dan suci, agar suara takbir membahana.
Ketika pergi ke tanah lapang atau ke masjid untuk menunaikan shalat `Idul Adha, disunnahkan kita berjalan kaki seraya mengucapkan takbir dengan nya­ring dan terus-menerus. Selain itu, yang utama menurut sunnah, kita pergi dan kembali dari shalat `Id tidak melalui jalan yang sama.

Sebelum melakukan shalat `Idul Adha, disunnahkan kita tidak makan apa-apa. Berbeda dengan ketika akan pergi shalat 'Idul Fitri, kita disunnahkan makan sedikit terlebih dahulu. Dan amat disukai pula kita mandi dan memakai wangi-wangian pada pagi hari raya ini serta memakai pakaian terbaik yang kita miliki. AI-Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW. meriwayatkan. "Pada setiap hari raya. Rasulullah SAW menyuruh kami agar mengenakan pakai­an terbaik yang kami miliki, memakai min-yak wangi terbaik yang kami punyai, dan menyembelih hewan qurban termahal yang kami mampu sediakan.
Disunnahkan pula mengajak kaum pe­rempuan, yang dewasa maupun yang masih remaja, telah bersuami maupun yang masih gadis, demikian pula anak ­anak, untuk menghadiri shalat hari Raya. Bahkan, perempuan yang sedang haid dianjurkan juga untuk hadir untuk men­dengarkan khutbah. Tetapi jika pelak­sanaannya di dalam masjid, perempuan yang sedang haid itu harus mencari tempat tersendiri, tidak masuk ke dalam masjid.
Selain itu, kaum perempuan yang akan melakukan shalat `Id itu sebaiknva memakai pakaian yang tidak berlebihan, tidak berdandan secara mencolok, dan tidak memakai wangi-wangian yang kuat aromanya, karena akan menjadikan mereka aebagai sumber fitnah (godaan). Artinya, kaum laki-laki akan tergoda oleh penampilan yang demikian dan mungkin juga akan menggoda, sehingga merugi­ kan kedua pihak.
Shalat `Idul Adha dikerjakan dua ra­kaat seperti shalat yang lain dan tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudahnya. Kecuali apabila dilakukan di masjid, tetap disunnahkan melakukan shalat Tahiyatul masjid sebelum duduk.

Pada shalat `Idul Adha dan `Idul Fitri tidak ada adzan dan iqamah, karena hal itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, ia mengatakan, "Aku pernah melakukan shalat `Id bersama Nabi SAW, bukan hanya sekali-dua kali, tanpa adzan dan iqamah." (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan At-Tirmidzi).
Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan Jabir,” belum pernah dilakukan adzan dan iqamah pada hari `Idul Fitri dan `Idul Adha." (HR Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim).
Pada setiap rakaat sebelum membaca surah Al-Fatihah, kita disunnahkan membaca beberapa takbir tambahan. Pada rakaat pertama, kita membaca tujuh kali takbir - selain takbiratul ihram - setelah membaca doa Iftitah. Dan pada rakaat kedua, membaca lima kali takbir, selain takbir ketika bangkit dari sujud.

Mengenai apa yang dibaca di antara satu takbir dan takbir lainnya, ada bebe­rapa pendapat sebagaimana yang diurai­kan oleh An-Nawawi dalam kitabnya, al­-Adzkar. Menurut mayoritas ulama, kita disunnahkan mengucapkan kalimat berikut:

Subhanallahi wal-hamdu lillahi wa la ilaha illallahu wallahu akbar.
La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul-mulku wa lahul-hamdu bi yadihil-khair, wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir.

"Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu apa pun bagi-Nya. Bagi-Nya-lah kerajaan (kekuasa­an) dan bagi-Nya jualah segala pujian. Di tangan-Nya semua kebaikan. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."

Ada pula yang mengatakan bahwa yang dibaca adalah kalimat berikut:

Allahu akbar kabira. wal-hamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukrataw-wa ashila.

"Allah Mahabesar, besar sekali. Segala puji milik Allah, sungguh banyak sekali. Mahasuci Allah, baik di pagi hari maupun di petang hari

Kita dapat memilih bacaan yang mana saja di antara bacaan-bacaan di atas. Se­andainya semua bacaan tersebut tidak dibaca, bahkan bila takbir-takbir tambah­an itu juga tidak dibaca, shalatnya tetap sah dan tidak perlu melakukan sujud sahwi. Hanya saja ia tidak mendapatkan keutamaan. Jika imam lupa membaca takbir-takbir itu sampai membaca Al-­Fatihah, menurut pendapat yang shahih, ia tidak perlu mengulangi untuk mem­baca takbir-takbir itu. Sedangkan bagi makmum yang ketinggalan, jika imam sudah membaca beberapa kali takbir, ikutilah takbir yang diucapkan imam, tidak perlu diulangi yang tertinggal.

Mengenai surah yang dibaca, disukai sesudah membaca Al-Fatihah kita mem­baca surah. Al-A’la dalam rakaat yang per­tama_,Dan di rakaat yang kedua sesudah Al-Fatihah, membaca surah Al-Ghasyiyah.
Sedangkan di dalam khutbahnya, khathib disunnahkan membaca takbir ,Sembilan kali di awal khutbah yang per­tama dan kemudian membaca takbir tujuh kali di awal khutbah yang kedua. Jadi sama dengan yang dilakukan ketika khutbah `Idul Fitri. Dan sangat baik khutbah itu di akhiri dengan firman Allah.

Subhana rabbika rabbil-'izzati `amma yashifuna wa salamun `alal-mursalina wal­hamdu lilahi rabbil-'alamin.

"Mahasuci Tuhan-Mu, yang mempunyai kebesaran dari apa yang mereka sifatkan, dan kesejahteraan itu atas para rasul, se­dangkan segala pujian itu merupakan milik Allah, yang memelihara seluruh alam."

Apabila seseorang tidak dapat pergi berjamaah shalat 'Id karena sakit atau ada halangan lain, hendaklah ia me­ngerjakan shalat sendiri dua rakaat juga. AL-Bukhari mengatakan, "Apabila sese­orang tidak mendapatkan shalat `Id ber­sama jamaah, hendaklah ia melakukan shalat dua rakaat juga. Demikian pula orang-orang perempuan (maksudnya, yang tak dapat melakukannya karena suatu keperluan) dan orang di padang gurun, mengingat sabda Nabi SAW, `Ini adalah hari raya kita, umat Islam'."

Bacaan pada Hari Raya

Di dalam kitab Al- Wasail Asy-Syafi'ah fi Al-Adzkar wa Al-Ad'iyyah li AI-Asbab Al-Waqi'ah halaman 215-216, karya Habib Muhammad bin Ali Khird, disebutkan, di antara doa yang dapat dibaca pada hari raya, baik 'Idul Fitri maupun 'Idul Adha, adalah doa ini:

Allahumma inni as-aluka 'aysyatan taqiy­yatan wa maytatan sawiyyatan wa marad­-dan ghayra makhzin wala fadhih. Allahumma la tuhlikna faj-atan wala ta'khudzna bagh­tatan wala tu’jilna 'an haqqin wa washiyyah. Allahumma inna nas-alukal-'afafa wal-ghina wat-tuqa wal-huda wa husna `aqibatil-­akhirati wal-ula, wa na'udzu bika minasy­syakki wasy-syiqaqi war-riya-i was-sum`ati fi dinika ya muqallibal-qulub (Rabbana la tuzigh qulubana ba'da idz hadaytana wa hab lana min ladunka rahmah. Innaka antal­wahhab).

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kehidupan yang bertaqwa, kematian yang benar, dan kepulangan yang tidak dibuat malu dan tidak terbuka aibnya.
Ya Allah, janganlah Engkau binasakan kami dengan tiba-tiba. dan janganlah Engkau cabut kami dan kebenaran dan nasihat. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu sifat iffah (suka menjaga diri), kekayaan, ketaqwaan, petunjuk, dan akhir yang baik di dunia dan di akhirat. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keraguan, per­tikaian, riya', dan sum'ah (melakukan se­suatu karma ingin didengar orang) dalam agama-Mu, wahai Dzat Yang membolak ­balikkan hati (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu. Se­sungguhnya Engkau Maha Pemberi anugerah).”

Dalam kitab itu juga disebutkan bah­wa Umar bin Abdul Aziz mengatakan, 'Bacalah pada hari raya (baik 'Idul Fitri maupun `Idul Adha ) sebagaimana yang diucapkan oleh nenek moyang kalian. Nabi Adam AS:

Rabbana zhalamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhamna lanakunanna minal-khasirin (OS AI-A'raf: 23)."

"Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak meng­ampuni kami dan menyayangi Kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi:"

Faghfirlana warhamna wa anta khayrur-rahimin (QS Al-Mu'minun: 109).

”Maka ampunilah kami, dan berilah kami rahmat, dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik.”

Walladzi athma`u an yaghfirali khathi'ati yawmaddina (QS Asy-Syu'ara': 82).

"Dan yang amat kuinginkan akan menghapuskan kesalahanku pada hari kiamat."

Juga sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Musa AS:

Qala rabbi inni zhalamtu nafsi faghfirli faghafara lahu, innahu huwal-ghafururrahim (QS Al-Qashash:16)

"Musa berdoa, 'Ya Tuhanku, sesungguh­nya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya. Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.­

Juga sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Yunus AS:

La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minazh-zhalimin (QS Al-Anbiya: 87)

”Tidak ada Tuhan selain Engkau.Maha suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.”

BERQURBAN










Pengertian dan Keutamaan Qurban


Salah satu ibadah yang sangat dite­kankan juga pada 'Idul Adha adalah me­nyembelih qurban (udhhiyyah). Berikut diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah ini.

Qurban disebut juga udhhiyyah, yang berasal dari kata dhahwah, yang berarti naik siang sesudah matahari terbit. Jadi penamaan dengan udhhiyyah ini dengan melihat permulaan waktunya. Sedang­kan menurut istilah, pengertian udhhiy­yah adalah nama bagi suatu hewan ternak yang disembelih, yang terdiri dari kambing, unta, kerbau, atau sapi, pada hari 'Idul Adha dan hari-hari tasyriq, sebagai pendekatan diri kepada Allah SWT.
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidaklah seorang manu­sia melakukan suatu perbuatan pada hari nahar (hari `Idul Adha) yang lebih disukai Allah daripada menumpahkan darah (yakni berqurban). Dan sesungguhnya qurbannya itu akan datang pada hari kiamat beserta tanduknya, kukunya, dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah­nya itu sampai kepada Allah di suatu tempat sebelum jatuhnya ke bumi. Maka nyamanlah engkau dengan qurban-qur­ban itu." HR Ibnu Majah dan At-Tir­midzi ).

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam dikatakan, "Aku pernah bertanya atau mereka pernah bertanya, 'Apa sesungguhnya qurban qurban ini?

Rasulullah menjawab, 'Sunnah ayah kalian, Ibrahim.'
Mereka bertanya kembali, 'Apa yang kami dapat darinya?'
Beliau menjawab, `Tiap helai rambut­nva satu kebaikan.'
Mereka bertanya lagi, 'Bagaimana bulu halusnya?'
Jawab beliau, Tiap rambut dari bulu halusnya, satu kebaikan'." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Hukum Berqurban
Hukum menyembelih qurban adalah sunnah muakkadah dan menjadi wajib apabila dinazarkan. Dan ditekankan bahwa menyembelih hewan qurban itu bukan hanya sekali seumur hidup, me­lainkan setiap tahun jika mampu. Dalam sebuah hadits riwayat Abdullah bin `Aun disebutkan, "Hai manusia, sesungguhnya setiap penghuni rumah disunnahkan berqurban setiap tahun." Hadits ini di­riwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad hasan.
Bila suatu keluarga mampu melaku­kannya tetapi meninggalkannya, hukum­nya makruh (dibenci). Demikian kuat penekanannya sehingga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hu­rairah disebutkan, "Rasulullah SAW ber­sabda, `Barang siapa mampu tetapi tidak berqurban, janganlah mendekati tempat shalat kami'." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Adapun waktu menyembelih qurban adalah setelah matahari terbit pada hari nahar, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, dan telah berlalu waktu seukuran shalat dua rakaat dan dua khutbah yang ringan. Dan waktu menyembelih itu terus ber­langsung hingga masuknya matahari di hari tasyriq terakhir, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Dengan demikian, waktu­ waktu menyembelih itu ada empat hari. Yaitu tanggal 10 Dzulhijah, yang disebut hari nahar, atau sering dikatakan sebagai hari `Idul Adha, kemudian tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, yakni hari tasyriq pertama, kedua, dan ketiga (terakhir).

Doa menyembelih Qurban

Ketika melakukan penyembelihan, di­sunnahkan menghadapkan hewan qur­bannya ke arah kiblat, kemudian me­nyembelihnya dengan mengucapkan:

Bismillahi Allahu akbar. Allahumma taqabbal minni.

"Dengan nama Allah. Allah Mahabesar. Ya Allah, terimalah dariku."

Karena pada umumnya sekarang ke­banyakan orang tidak menyembelih sen­diri qurbannya, melainkan orang lain yang menyembelih, orang yang hewan qurbannya disembelihkan oleh orang lain pun dapat membaca doa di atas.