Thursday, September 25, 2008

Amalan Idul Fitri

Doa dan Zikir di Hari Kemenangan

Tak terasa, kita telah berada di penghujung Ramadhan 1429 H, dan sebentar lagi menghadapi Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Hari ke­menangan bagi mereka yang telah ber­hasil menyelesaikan ibadahnya di bu­lan suci Ramadhan dengan sebaik­ baiknya. Tetapi kemenangan itu bukan berarti kebebasan dalam arti membe­baskan diri dari upaya mengekang ha­wa nafsu. Kemenangan itu justru ha­ruslah dipandang sebagai langkah awal untuk menapak hari-hari yang lebih baik di bulan-bulan selanjutnya dalam menjalankan perintah agama.

Karena itulah, Hari Raya `Idul Fitri semestinya menjadi kelanjutan dalam meningkatkan ibadah dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Tanpa harus menghilangkan perasaan senang dan bahagia di hari raya, sebaiknya kita mengamalkan apa yang dituntunkan oleh agama dalam mengisi hari yang membahagiakan ini.
Yang perlu diketahui, Hari Raya 'Idul Fitri, baik malam maupun siang­nya, sebagaimana juga 'Idul Adha, ter­masuk saat yang mustajab untuk ber­doa. Karenanya, sangat disayangkan apabila kita biarkan berlalu begitu saja tanpa mengisinya dengan berbagai iba­dah dan amal kebaikan.
Untuk itu, dalam bonus kali ini ka­mi persembahkan kepada Anda ber­bagai dzikir dan doa yang bagus untuk kita amalkan di hari bahagia ini. Se­moga kita dapat mengamalkannya un­tuk menyempurnakan ibadah bulan Ra­madhan, dan agar kita benar-benar da­pat kembali pada kesucian sebagaimana yang menjadi harapan.
Amalan Hari Raya `Idul Fitri
Para ulama menyebutkan bebe­rapa amalan yang dapat kita lakukan pada Hari Raya `Idul Fitri, baik malam maupun siangnya, yang sebagiannya berasal dari hadits-hadits dan sebagi­an lagi dianjurkan oleh salafush sha­lih. Berikut sebagian di antaranya.

Menghidupkan Malam 'Idul Fitri

Berdasarkan hadits-hadits yang ada, disunnahkan kita menghidup­kan malam `Idul Fitri, sebagaimana juga malam `Idul Adha, dengan ba­nyak berzikir kepada Allah, mem­baca takbir, melakukan shalat, ber­doa, beristighfar, dan mengerjakan ketaatan-ketaatan lainnya. Juga di­sunnahkan banyak bersedekah.
Lafal takbir pada dasarnya ada­lah demikian:
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.
"Allah Mahabesar, Allah Mahabe­sar, Allah Mahabesar. Ticlak ada Tuhan melainkan Allah dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan segala puji milik Allah"

Dan menurut Imam Syafi'i, lebih bagus jika ditambahkan dengan ka­limat-kalimat berikut ini:

Allahu akbar kabira, wal-hamdu lil­lahi katsira, wa subhanallahi bukrataw­wa ashila, la ilaha illallahu wa la na `budu ills iyyah, mukhlishina lahud­dina walaw karihal-kafirun, la ilaha illallahu wahdah, shadaqa wa `dah, wa nashara 'abdah, wa hazamal-ahzaba wahdah, la ilaha illallahu wllahu akbar.

"Allah Mahabesar, sangat besar. Se­gala puji milik Allah, sungguh banyak se­kali. Mahasuci Allah, baik di pagi hari maupun di petang hari. Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Tak ada yang kami sembah melainkan Dia, dengan ikhlas menjalankan agama karena-Nya sekali­pun orang-orang kafir membenci. Tidak ada Tuhan melainkan Allah semata, Dia menepati janji-Nya, menolong hamba­Nya, menghancurkan sendiri sekutu ­sekutu musyrikin. Tidak ada Tuhan me­lainkan Allah dan Allah Mahabesar."
Kita mengumandangkan takbir di mana saja, baik di rumah, di masjid, di j alan jalan umum, di majelis-ma­jelis khusus, dan di mana saja di tem­pat yang layak untuk itu, karena tak­bir merupakan syiar hari raya.

Niat Mengeluarkan Zakat Fitrah
Niat mengeluarkan zakat adalah wajib dan niat itu letaknya di dalam hati sebagaimana pada ibadah-ibadah yang lain. Jadi, jika di dalam hati su­dah berniat, itu sudah cukup. Tetapi disunnahkan melafalkannya dengan lisan. Lafal niat zakat fitrah untuk diri sendiri adalah sebagai berikut:

Nawaytu an ukhrija zakatal-fithri `an nafsi fardhan lillahi ta`ala.

"Aku berniat mengeluarkan zakat fit­rah atas nama diriku sebagai kewajib­an karma Allah Ta'ala."

Jika zakat dikeluarkan atas nama orang lain, kata nafsi (diriku) diganti sesuai dengan orang yang dizakati, misalnya zawjati (istriku), waladi (anakku), walidi (ayahku), atau di­sebutkan namanya. Jika dirasakan sulit, tak apa-apa melafalkannya de­ngan bahasa Indonesia atau bahasa lain yang dipahami.

Doa setelah Mengeluarkan Zakat
Disunnahkan bagi orang yang mengeluarkan zakat, shadaqah, nadzar, kifarat, dan semacamnya,
mengucapkan doa berikut setelah mengeluarkannya:
Rabbana taqabbal minna, innaka antas-sami `ul-`alim.

"Tuhan Kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Men­dengar lagi Maha Mengetahui."

Doa Penerima Zakat

Sedangkan bagi yang menerima zakat, baik menerima untuk dirinya sendiri maupun sebagai amil yang akan menyalurkannya, dianjurkan mengucapkan doa berikut kepada orang yang menyerahkan zakat:

Ajarakallahu fima l a'thaita wa ja`­alahu laka thahuran wa baraka laka fima abqayta .

"Semoga Allah memberikan ganjar­an atas apa yang telah engkau beri­kan, menjadikannya sebagai penyuci bagimu, clan memberkahimu pada har­ta yang engkau sisakan.

Hal-hal yang Disunnahkan pada Hari Raya `Idul Fitri
Diantarayang disunnahkan pada Hari Raya 'Idul Fitri adalah makan sedikit sebelum pergi shalat `Idul Fitri. Sebaliknya pada Hari Raya `Idul Adha, kita disunnahkan untuk tidak makan apa-apa sampai selesai shalat 'Id. Disunnahkan pula mandi dan menggunakan wangi-wangian pada pagi hari raya serta memakai pakaian terbaik yang kita miliki.
Hal lain yang disunnahkan adalah pergi ke tempat shalat `Id dengan membaca takbir dan terus-menerus bertakbir hingga imam masuk sha­lat. Dan yang utama menurut sun­nah, pergi dan kembali dari shalat tidak melalui jalan yang sama.

Shalat `Idul Fitri
Shalat `Idul Fitri, sebagaimana juga shalat 'Idul Adha, menurut jum­hur ulama, hukumnya sunnah mu­akkadah (sunnah yang sangat di­tekankan). Dan sunnah menunai­kannya secara berjamaah. Boleh juga mengerjakannya sendiri, tapi itu kurang utama. Sekurang-kurangnya berjamaah adalah dua orang, yakni imam dan makmum. Tetap disunnahkan dua khutbah bagi orang yang melakukannya dengan berjamaah, meskipun hanya berdua.
Menurut para ulama Madzhab Syafi'i, shalat `Id lebih utama dikerja­kan di masjid, karena merupakan tempat yang termulia. Sedangkan para ulama di luar Madzhab Syafi'i pada umumnya berpendapat bahwa shalat `Id lebih utama dilakukan di tanah lapang yang luas dan suci, agar suara takbir membahana.
Ketika pergi ke tanah lapang atau ke masjid untuk menunaikan shalat 'Idul Fitri, disunnahkan kita berja­lan kaki seraya mengucapkan takbir dengan nyaring dan terus-menerus. Selain itu, yang utama menurut sun­nah, kita pergi dan kembali dari sha­lat `Id tidak melalui jalan yang sama.
Sebelum melakukan shalat 'Idul Fitri, kita disunnahkan makan se­dikit terlebih dahulu. Berbeda de­ngan ketika akan pergi shalat 'Idul Adha, disunnahkan kita tidak ma­kan apa-apa sampai kembali dari shalat.
Dan amat disukai pula kita mandi dan memakai wangi-wangian pada pagi hari raya ini serta memakai pakaian terbaik yang kita miliki. Al­Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW, meriwayatkan, "Pada setiap hari raya, Rasulullah SAW menyuruh kami agar mengenakan pakaian terbaik yang kami miliki, memakai minyak wangi terbaik yang kami punyai, dan menyembelih hewan qurban termahal yang kami mampu sediakan."
Disunnahkan pula mengajak ka­um perempuan yang dewasa maupun yang masih remaja, telah bersuami maupun yang masih gadis, demikian pula anak-anak, untuk menghadiri shalat hari raya. Bahkan, wanita yang sedang haid pun dianjurkan ha­dir, untuk mendengarkan khutbah. Tetapi jika pelaksanaannya di dalam masjid, wanita yang sedang haid itu harus mencari tempat tersendiri, tidak masuk ke dalam masjid.
Yang perlu diperhatikan, wanita yang akan melakukan shalat `Id ti­dak boleh memakai pakaian yang berlebihan, tidak berdandan secara mencolok, dan tidak memakai wangi­ wangian yang kuat aromanya, kare­na akan menjadikan mereka sebagai sumber fitnah (godaan). Artinya, kaum laki-laki mungkin akan tergo­da oleh penampilan yang demikian dan mungkin juga akan menggoda, sehingga merugikan kedua pihak.
Shalat `Idul Fitri dikerjakan dua rakaat, seperti shalat yang lain, dan tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudahnya. Kecuali, apabila dilaku­kan di masjid, tetap disunnahkan melakukan shalat Tahiyyatul Mas­jid sebelum duduk.
Pada shalat `Id tidak ada adzan dan iqamah, karena hal itu tidak di­contohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah, ia mengatakan, "Aku per­nah melakukan shalat `Id bersama Nabi SAW, bukan hanya sekali-dua kali, tanpa adzan dan iqamah." (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan At­-Tirmidzi)). Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas dan Jabir, "Belum pernah dilakukan adzan dan iqamah pada Hari Raya `Idul Fitri dan `Idul Adha." (HR Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim).

Pada setiap rakaat sebelum mem­baca surah Al-Fatihah, kita disun­nahkan membaca beberapa takbir tambahan. Pada rakaat pertama, kita membaca tujuh kali takbir (se­lain takbiratul ihram) setelah mem­baca doa Iftitah. Dan pada rakaat ke­ dua, membaca lima kali takbir selain takbir ketika bangkit dari sujud.
Mengenai apa yang dibaca di an­tara satu takbir dan takbir lainnya, ada beberapa pendapat, sebagaimana yang diuraikan oleh An-Nawawi da­lam kitabnya, al-Adzkar. Menurut mayoritas ulama, kita disunnahkan mengucapkan kalimat berikut: :
Subhanallahi wal-hamdu lillahi wa la ilaha illallahu wallahu akbar.

"Mahasuci Allah, dan segala puji bagi-Nya. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, Allah Maha­besar."

Tetapi ada pula ulama yang ber­pendapat bahwa yang dibaca adalah kalimat ini:
La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul-mulku wa lahul-hamdu biya­dihil-khair, wa huwa `ala kulli syai-in qadir.

"Tiada Tuhan (yang berhak disem­bah) selain Allah semata, tiada sekutu apa pun bagi-Nya. Bagi-Nya-lah kera­jaan (kekuasaan) dan bagi-Nya jualah segala pujian. Di tangan-Nya semua kebaikan. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."

Ada pula yang mengatakan bahwa yang dibaca adalah kalimat berikut:

Allahu akbar kabira, wal-hamdu lil­lahi katsira, wa subhanallahi bukrataw­ wa ashila

"Allah Mahabesar, besar sekali. Se­gala puji milik Allah, sungguh banyak
sekali. Mahasuci Allah, baik di pagi hari maupun di petang hari"

Kita dapat memilih bacaan yang mana saja di antara bacaan-bacaan di atas. Seandainya semua bacaan tersebut tidak dibaca, bahkan bila takbir-takbir tambahan itu juga ti­dak dibaca, shalatnya tetap sah dan tidak perlu melakukan sujud sahwi. Hanya saja tidak mendapatkan ke­utamaan.
Jika imam lupa membaca takbir­ takbir itu sampai membaca Al-Fati­hah, menurut pendapat yang sha­hih, ia tidak perlu mengulangi untuk membaca takbir-takbir itu. Sedang­kan bagi makmum yang ketinggalan, jika imam sudah membaca beberapa kali takbir, ikutilah takbir yang di­ucapkan imam, tidak perlu diulangi yang tertinggal.

Mengenai surah yang dibaca, di­sukai sesudah membaca Al-Fatihah kita membaca surah AI-A’la pada ra­kaat yang pertama, dan pada rakaat yang kedua sesudah Al-Fatihah membaca surah Al-Ghasyiyah.
Sedangkan di dalam khutbahnya, khatib disunnahkan membaca takbir sembilan kali di awal khutbah yang pertama dan kemudian membaca takbir tujuh kali di awal khutbah yang kedua. Jadi sama dengan yang dilakukan ketika khutbah 'Idul Adha. Dan sangat baik khutbah itu diakhiri dengan firman Allah:

Subbhana rabbika rabbil-'izzati `am­ma yashifuna wa salamun `alal-mur­salina wal-hamdu lillahi rabbil-alamin.

"Mahasuci Tuhan-Mu, yang mempu­nyai kebesaran dari apa yang mereka sifatkan, dan kesejahteraan semoga terlimpah atas para rasul, clan segala pujian itu milik Allah, Pemelihara se­luruh alam."

Bacaan pada Hari Raya

Bacaan berikut sangat baik dibaca pada pagi Hari Raya 'Idul Fitri dan juga Hari Raya 'Idul Adha:

Astaghfirullahal –‘azhim (100 x)

“Aku memohon ampun kepada Allah, yang Maha Agung”

Subhanallahi wa bihamdih (300 x)
"Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya.”

Allahumma inni ahdaitu tsawaba hadzihit-tasbihati li amwatil-muslimina wal-muslimcit. (3 x)
“Ya Allah aku hadiahkan pahala tasbih ini untuk muslimin dan mulimat yang telah wafat.”
Di dalam kitab Al- Wasail Asy-Sya­fi'ah fi Al-Adzkar wa Al -Adiyyah li Al­-Asbab Al-Waqiah halaman 215-216, karya Habib Muhammad bin Ali Khird, disebutkan, di antara doa yang dapat dibaca pada hari raya adalah doa ini:
Allahumma inni as-aluka 'aysyatan taqiyyatan wa maytatan sawiyyatan wa maraddan ghayra mukhzin wala fadhih. Allahumma la tuhlikna faj-atan wala ta'khudzna baghtatan wala tu’jilna `an haqqin wa washiyyah. Allahumma inna nas-alukal-`afafa wal-ghina wat-tuqa wal-huda wa laa husna `aqibatil-akhirati wal-ula, wa na `udzu bika minasy-syakki wasy-syiqaqi war-riya-i was-sum`ati fi dinika ya muqallibal-qulub. (Rabbana la tuzigh qulubana ba `da idz hadaytana wa hab lana min ladunka rahmah. Innaka antal-wahhab).

"Ya Allah, sesungguhnya aku me­mohon kepada-Mu kehidupan yang bertaqwa, kematian yang benar, dan sebab yang tidak memalukan dan tidak pula membuka aib. Ya Allah. janganlah Engkau binasakan kami dengan tiba-tiba dan janganlah Eng­kau cabut kami dari kebenaran dan nasihat. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu sifat iffah (suka menjaga diri), kekayaan, ketaqwaan, petunjuk, dan akhir yang baik di dunia dan di akhirat. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keraguan, pertikaian, riya', dan sum'ah (melakukan sesuatu karena ingin didengar orang) dalam agama-Mu, wahai Dzat Yang mem­bolak-balikkan hati (Ya Tuhan kami.. janganlah Engkau simpangkan hati ­hati kami setelah Engkau berikan pe­tunjuk kepada kami, dan anugerahilah kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguh­nya Engkau Maha Pemberi anugerah)."

Di dalam kitab itu pula dikutip ucapan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menganjurkan agar kita membaca ayat-ayat berikut pada hari raya sebanyak tujuh puluh kali atau empat puluh kali:
Rabbana zhalamna anfusana wa in lam taghfir lana wa tarhamna lanaku-nanna minal-khasirin. Faghfir lana warhamna wa anta khayrur-rahimin.
“ Ya Tuhan kami, kami telah menaniaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan mem­beri rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi (QS AI-A'raf: 23). Maka ampunilah kami dan kasihilah kami, dan Engkau ada­lah sebaik-baik yang mengasihi (QS AI-Mu'minun: 109).

Kemudian membaca ayat ini dua puluh kali:

Walladzi athma’u an yaghfira li kha-ti-ati yawmad-din

”Dan yang amat kuinginkan akan mengampuniku atas kesalahanku pada hari kiamat.” (QS Asy-Syu’ara 82)

Kemudian membaca ayat ini 20 puluh kali :

Qala rabbi inni zhalamtu nafsi faghfir li faghafara lah. Innahu huwal­ghafurur-rahim.

"la (Musa) berdoa, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku' Maka Allah mengampuninya. Se­sungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS AI-Qashash - 16)

Setelah itu membaca ayat ini:

La ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minazh-zhalimin.

"Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim." (QS A-l­Anbiya': 87).

Tahniah `Id
Apabila berjumpa dengan kerabat atau sahabat pada Hari Raya `Id, kita dianjurkan mengucapkan tah­niah (ucapan selamat). Diriwayat­kan oleh Jubair bin Nufair, "Sahabat Rasulullah SAW apabila berjumpa satu sama lain di Hari Raya `Id, mengucapkan:

Taqabbalallahu minna wa minkum.

`Semoga Allah menerima amalan kami dan amalanmu"'

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengata­kan dalam Fath AI Bari, "Sanad ha­dits ini hasan."

Agar Doa di Hari 'Idul Fitri Diterima
Sebagaimana telah disebut di atas, Hari Raya `Idul Fitri, baik ma­lam maupun siangnya, termasuk saat yang mustajab untuk berdoa. Karenanya, sangat bagus apabila saat-saat itu kita manfaatkan untuk memoho hajat-hajat kita kepada Allah SWT. Namun banyak orang yang telah lama berdoa tapi belum juga dikabulkan. Padahal, mereka merasa telah memohon dengan pe­nuh kesungguhan dan air mata pun telah jatuh bercucuran. Ada pula orang-orang yang dalam hidupnya acapkali ditimpa musibah yang datang susul-menyusul tak pernah berhenti.
Bagi mereka yang mengalami keadaan-keadaan sebagaimana di atas, tak ada jalan lain selain segera bertaubat dan beristighfar. Dengan banyak beristighfar, insya Allah doa kita akan lebih mudah diterima.
Di antara istighfar yang ma'tsur dan terkenal adalah istighfar berikut ini, yang dapat dibaca sebelum kita berdoa. Dan jika merutinkannya se­tiap hari 27 kali atau 25 kali, kita akan termasuk orang yang dikabul­kan doanya. Inilah istighfarnya:
Allahummaghfir lil-mu'minina wal­mu'minati wal-muslimina wal-musli­mati hayyihim wa mayyitihim wa syahi­dihim wa gha'ibihim wa qaribihim wa ba `idihim. Innaka ta `lamu matswahum wa mutaqallabahum.

"'Ya Allah, ampunilah kaum mu'minin dan mu'minat, muslimin dan muslimat; yang masih hidup dan yang sudah mati, yang hadir dan yang ghaib, yang dekat dan yang jauh. Sesungguhnya Engkau mengetahui tempat tinggal mereka dan mesa depan mereka.”

Mendung di Hari Kemenangan

Idul Firtri sudah di depan mata. Sudah selayaknya kita meraya­kan hari yang menjadi puncak kemenangan umat Islam itu, se­bulan berpuasa. Namun, selayaknya pula ungkapan ke­menangan itu tidak membuat kita mabuk kemenangan.
Dihampir setiap tempat di bumi ini, ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah, Rabbil `Izzati. Wajar, dan bahkan wajib , karena telah begitu melim­pah rahmat yang Dia curahkan kepada kita.
Rasa gembira kita menyambut Idul Fitri juga di­ungkapkan dalam gerak, pancaran rasa, dan lain-lain. Namun, semua itu tidak boleh ber­lebihan.
Kemenangan tetap harus diiringi ma­was yang istiqamah. Sejarah telah meng­ajarkan, betapa mabuk kemenangan telah berulang kali memperdaya umat manusia.
Peristiwa-peristiwa berikut terjadi di se­putar hari kemenangan, Idul Fitri. Memberi pelajaran berharga. Tidak mustahil, di tengah kemenangan, musibah (termasuk kematian) bisa saja menyelusup. Mengganti canda tawa menjadi untaian air mata.

Tanggal 3 Syawwal 8 H/sekitar 588 M, menurut sebagian sumber, dimulailah Perang Hunain. Perang yang berlangsung di ka­wasan antara Makkah dan Thaif tersebut, pe­cah lima betas hari setelah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah). Dua kabilah Arab yang belum masuk Islam, yaitu Hawazan dan Tsaqif, bersatu untuk melawan kaum musli­min. Mereka kemudian memasang beberapa jebakan buat mengalahkan pasukan muslim.
Kaum muslimin, yang masih dalam sua­sana kemenangan setelah menaklukkan Makkah, sempat lengah dan terpukul mundur. Namun, atas pertolongan Allah dan berkat kepemimpinan Rasulullah, mereka bisa se­gera bangkit kembali dan berjuang sampai akhirnya meraih kemenangan lagi.
Peristiwa ini diabadikan di dalam Al­Quran surah At-Tawbah ayat 25, yang arti­nya, "Sesungguhnya Allah telah menolong kamu di medan peperangan yang banyak, dan peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, ke­mudian kamu lari ke belakang dengan ber­cerai berai."
Musibah lain yang menimpa kaum musli­min di tengah semerbak Idul Fitri adalah wa­fatnya beberapa tokoh ulama. Tanggal 28 Ra­madhan 272 H/sekitar 852 M, Abu Mash'ar Balkhi, ahli astronomi dan ahli ilmu hadits asal Persia, wafat. Awal abed ke-3 H/9 M, ia pergi ke Baghdad untuk mempelajari astro­nomi den berbagai sumber ilmu dalam baha­sa Yunani, Suryani, India, dan Arab.
Dalam pandangan Abu Mash'ar, segala fenomena di alam ini, termasuk astronomi, ber­sumber dari Tuhan. Di antara karya-karyanya, AI-Madkha/ Al-Kabir dan Al-Mawalid Ash­ Shagirah.

Meninggalnya Para Pembesar
Tokoh lain yang wa­fat menjelang Idul Fitri adalah Ibnu Fu­rat. Sejarawan dan ahli,figih asal Mesir ini meninggal dunia di kota Kairo pada 29 Ra­madhan 807 H/sekitar 1387 M. Sejak remaja, tokoh kelahiran kota yang sama tahun 735 H/kurang lebih 1315 M itu telah mulai mene­laah berbagai bidang ilmu, terutama sejarah.
Di antara karya-karya Ibnu Furat yang ter­penting adalah kitab Tarikhud-Duwal Wal Muluk, yang juga dikenal dengan nama Sejarah Ibnu Furat. Di dalamnya ia menulis berbagai kejadian di abad ke-6 dan 7 Hijriah secara berurutan dari tahun ke tahun. Di tiap akhir tahun, ia menuliskan nama-nama pem­besar yang meninggal di tahun itu. Karya ibnu Furat lainnya berjudul Asma'us Shahabah den Tarikh AI-Ibad wal Bilad.
Tahun 584 H/sekitar 1164 M, kegembiraan hari raya Idul Fitri kota Baghdad juga pernah diselingi hujan air mata. Yakni, ketika pada tanggal 2 Syawwal Ibnu Ta’awidzi penyair dan sastrawan Baghdad, meninggal dunia . Ia dikenal sebagai penyair yang banyak menggubah syair pujian kepada Rasulullah dan ahlul bait. Penyair yang lahir tahun 519 H/sekitar 1099 M ini diakhir hayatnya menderita kebutaan. Meski demikian, itu tidak menghalanginya untuk menulis dan melahirkan karya-karya sastra.

Masih pada tanggal yang sama di tahun 604 H/sekitar 1184 M, Abu Bakar Niqasy, dan ahli hadits asal Irak, juga me­ninggal dunia. Sejak usia muda, ia telah menimba ilmu dari sejumlah guru besar di masa itu . Niqasy juga melakukan per­jalanan ke berbagai negeri Islam.
Abu Bakar Niqasy dikenal sebagai ulama besar ahli tafsir dan hadits yang meninggaIkan banyak karya. Ibnu Nadim dalam kitab AI-Fihrits-nya menyebutkan, banyak kitab yang ditulis Abu Bakar Niqasy. Meski demikian, dari semua karya tersebut hanya kitab tafsir Syifaush-Shadr yang mewarnai kepustakaan umat Islam.
Ulama lain yang wafat di minggu pertama bulan Syawwal adalah Imam Daruquthni (4 Syawwal 351 H/sekitar 931 M) dan Ibnu Bardis (6 Syawal 786 H/kurang lebih 1366 M). Imam Daruquthni dikenal sebagai ulama dan sastrawan terkenal abad ke 4 H/10 M. la juga qari dan mufassir kenal di zamannya. Di antaranya adalah kitab berjudul Al­-Mujamul Akbar dan AL-Manasik.
Sedangkan Ibnu Bardis adalah penyair hadits kelahiran Ba'labah, Lebanon. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dikotanya, ia melanjutkan belajar ke kota damaskus, Syria. la juga sempat melakukan perjalanan ke berbagai negara Islam untuk menimba ilmu. Ibnu Bardis di­
Kenal taat beragama dan memiliki akhlaq yang baik. Salah satu karya yang diting­galkan Ibnu Bardis adalah buku berjudul Al-A’lam Fi Wafiyaatil A’lam.

Lebaran ikut Rasulullah SAW beridul Fitri

Shalat sunnah Id dua rakaat. Rakaat pertama setelah takbiratul ihram, disusul dengan takbir tujuh kali. Sedang rakaat kedua ditambah takbir lima kali. Tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat Id.
Ketika Bilal menyerukan adzan maghrib di akhir bulan Ramadhan, wajah para sahabat pada sumringah senang Rasulullah SAW menangkap suasana gembira itu, "Orang yang berpuasa akan memperoleh dua kebahagiaan­. Kebahagiaan saat berakhirnya ibadah puasa dan kebahagian saat bertemu Rabbnya kelak (dengan pahala puasa yang sa­ngat besar)." Usai shalat Maghrib, berku­mandang takbir di masjid, di rumah, dan di jalan-jalan.

Kebahagiaan itu semakin bertambah ketika para sahabat masih ingat pesan Rasulullah SAW, yang menyebutkan, "Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan landasan iman dan mengharap balasan da­ri Allah, akan dihapus­kan dosanya yang lalu (sehingga jiwanya kem­bali menjadi suci)." Ka­rena itulah, malam Idul Fitri merupakan hari yang berbahagia bagi para para sahabat.
Mereka mengang­gap akan kembali fitri, yang dalam bahasa Arab berasal dari kata "fa-tha-ra", berarti "ber­buka". Maksudnya tidak berpuasa lagi. Namun sebagian ada yang me­nafsirkan secara sim­bolis sebagai fitrah, kembali "suci", bagi me­reka yang telah lulus dalam ujian ibadah pua­sa, sehingga menjadi manusia baru dengan maqam yang baru. Wallahua'lam.

Beberapa sahabat harus menyelesaikan kewajiban mereka untuk membayar zakat fitrah, yaitu berupa bahan makanan pokok di negeri yang ber­sangkutan sebanyak 2 sha' atau 2.176 gram (2,2 kg). Namun banyak sahabat yang mele­bihkan ukuran, untuk mendapatkan keman­tapan dalam beramal. Ada sahabat yang memberikan zakat fitrah juah hari sebelum malam Idul Fitri, ada yang memberikan ma­lam itu, tetapi ada juga yang memberikan zakat fitrah menjelang shalat Idul Fitri pada pagi harinya. Sementara itu, orang-orang kaya yang belum selesai dengan zakat malnya meng­hitung hartanya dan memberika kepada fakir miskin.

Namun ada pula beberapa sahabat yang menangis haru, sebab mereka telah meninggalkan bulan yang penuh berkah yang doanya diijabah, dan pahalanya khusus dicatat oleh Allah. Mereka menangis bukan karena kecewa, tetapi bertanya apakah masih ada umur lagi untuk berjumpa dengan bulan Ramadhan.
Bulan yang secara bahasa berarti membakar", yaitu membakar dosa, sebagaimana layaknya api membakar besi, sehingga menghilangkan karat yang melekat.
Usai shalat Subuh berjamaah, Nabi dan para sahabat bersiap-siap melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan terbuka.

Mengapa dinama­kan shalat Id? Sebab _ kata itu berasal dari kata ­'aud, yang berart ulang". Maksudnya shalat sunnah itu berulang setiap tahun. Namun ada juga yang mengartikan, karena kegembiraan yang terjadi seiring kembalinya hari itu.
Para sahabat biasanya mandi dulu sebelum berangkat ke tempat shalat Id, sebagaimana tersebut dalam riwayat Abdullah bin Umar. Selain itu, Rasulullah SAW makan tiga kurma sebelum berangkat.
Imam Al-Mihlab di kemudian hari menjelaskan hikmah makan sebelum shalat, agar orang tidak menyangka bahwa kita harus puasa terus hingga shalat `Id. Tampaknya Nabi ingin mencegah orang agar tidak salah paham (fathul Bari 2/447). Makan sebelum Idul Fitri berbalikan dengan ldul Adha makan dilakukan setelah shala­t.

Thursday, September 18, 2008

Mendamba malam yang penuh berkah (Lailatul Qadr)

Ketika Ramadhan sampai pada sepuluh malam terakhir, yaitu pada itqun min al-nar, bebas dari api neraka, Allah Ta'ala berkenan menganugerahkan bonus istimewa berupa Lailatul Qadr. Namun, malam yang "lebih baik dari seribu bulan " itu tetap misterius.
Tak terasa, bulan Ramadhan telah memasuki periode pa­mungkas. Periode rahmah dan maghfirah telah berge­ser menuju sepuluh malam terakhir, yaitu itqun min al-nar, bebas dari api neraka. Pada saat inilah Allah Ta'ala berkenan menganugerahkan bonus istimewa bagi hamba-hamba-Nya yang khusyu' dalam beribadah puasa, yakni Lailatul Qadr.
Dalam AI-Quran disebutkan, di "ma­lam yang lebih baik daripada seribu bulan" yang juga disebut sebagai "Malam Kemuliaan" itu Allah Ta'ala menurunkan kitab suci AI-Quran dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait AI-Izzah di langit dunia. Kala itu,rahmat dan ampunan Allah Ta'ala turun berlimpah ruah, dan setiap amal shalih diganjar dengan pahala berlipat ganda. Bahkan kadarnya lebih balk daripada beribadah selama seribu bulan.
Kala itu pula, kaum mukmin yang khusyu' beribadah mendapat salam dan doa dari Malaikat Jibril dan ribuan malaikat lain yang turun ke bumi secara bergelombang hingga terbit fajar. Orang-orang shalih yang mendapat Lailatul Qadr akan senantiasa dalam keadaan salam (aman dan damai) sampai fajar, bahkan sampai terbitnya fajar kehidupan yang baru kelak di kemudian hari. Sub-hanalah!

Penyucian Jiwa
Karena keluarbiasaan Lailatul Qadr itulah, kaum muslimin termotivasi untuk beribadah dengan sekuat tenaga, ber­lomba-lomba mendapatkannya. Namun hanya sedikit di antara mereka yang me­nemukannya. Di antara yang sedikit itu adalah Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzily, pendiri Thariqat Syadziliyyah, yang ke­waliannya disepakati oleh jumhur ulama di seluruh dunia.
Dalam kitab Amaliyah Ramadhan, karya K.H. Zain Abdul Shomad alias Aang Gentur (Cianjur, Jawa Barat), disebutkan, Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzily menga­takan, "Sejak menginjak baligh hingga sekarang (ketika itu Syaikh Abul Hasan masih hidup) aku belum pemah luput da­ri Lailatul Qadr:"
Berdasarkan pengalaman Syaikh Syadzily tersebut, Aang Gentur menyim­pulkan, jika tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau Rabu, Lailatul Qadr akan jatuh pada malam 29 Ramadhan. Jika tanggal 1 Ramadhan jatuh had Se­nin, Lailatul Qadr akan jatuh pada malam 21 Ramadhan. Dan jika tanggal 1 Rama­dhan jatuh pada Selasa, Lailatul Qadr akan jatuh pada malam 27 Ramadhan. Dan jika tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari Kamis, Malam Kemuliaan itu hadir pada malam 25 Ramadhan. Sedangkan jika tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, Lailatul Qadr muncul pada malam 23 Ramadhan.
Lantas, bagaimana agar kita menda­patkan Lailatul Qadr? Menurut Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzily, kaifiatnya ialah dengan memperbanyak dzikir, shalawat, beramal shalih, dan bertaubat, yang se­muanya bermuara pada upaya penyuci­an jiwa.
Adapun doa yang dianjurkan dibaca ialah doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada istri tercintanya, Sayyidah Aisyah RA, yaitu, "Allahumma innaka 'afuwwun karim, tuhibbul 'afwa fa'fu 'anna, ya Karim (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengampun lagi Mahamulia, Dzat yang suka memberi maaf dan ampunan, maka ampunilah kami):'
Kemudian bacalah dzikir Lailaha illallah wahdahu la syarikalah, lahul mul­-ku wa lahul hamdu yuhyi wa yimitu wahu­a ’ala kulli syai-in qadir (400 kali). dan tasbih Sub-hanallah wa biham­di sub-hanallahil 'azhim, astagfirullah. Selain itu, sangat dianjurkan untuk memperbanyak taubat, membaca shalawat, dan amal ibadah lainnya.
Meskipun perhitungan untuk tanggal Lailatul Qadar tersebut berdasarkan pengalaman Syaikh Syadzily, itu bukan merupakan pedoman yang seratus per­sen pasti tepat. Namun, karena perhitungan tersebut berasal dari pengalaman ruhaniah seorang wali besar, dapatlah kiranya dijadikan acuan untuk mendapat­kan Lailatul Qadr.
Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzily, yang nama lengkapnya Asy-Syarif Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar, adalah wali­yullah pendiri Thariqah Syadziliyyah, yang sangat berpengaruh dengan jumlah pengikut puluhan juta orang, tersebar di berbagai negara.

Mengharap berkah Lailatul Qadr

Sejak kecil, Syaikh Syadzily sudah di­kenal sebagai santri yang berakhlaq amat mulia. Tutur katanya yang fasih dan halus serta indah dan santun, mengan­dung makna dan hikmah yang sangat da­lam. Selain dikenal shalih, Syaikh Sya­dzily juga tergolong ulama yang tekun menuntut ilmu agama. Di desa kelahir­annya, Ghomaroh (Maroko), ia mendapat tempaan pendidikan dan akhlaq serta il­mu agama langsung dari kedua orangtua­nya.
Setelah tinggal di Ghomaroh sampai usia enam tahun, Syaikh Syadzily hijrah ke Tunis (kini ibu kota Tunisia) untuk lebih memperdalam ilmu-ilmu agama. Di sana­lah ia bertemu sejumlah guru besar yang mendidiknya sehingga ia semakin terta­rik untuk khusyu' beribadah, mendekat­kan diri kepada Allah Ta'ala. Bisa dimak­lumi jika di usia yang baru saja baligh, ia sudah mendapatkan Lailatul Qadr. Se­bab, ia memang senantiasa mempersiap­kan diri dan jiwa untuk menerima Malam Seribu Bulan itu.
Sebagaimana diungkapkan oleh para ulama, sosok yang mendapatkan Lailatul Qadr akan senantiasa merasa salam (aman dan damai), bahkan rasa salam itu juga akan menyebar dan mem­pengaruhi orang-orang di sekitarnya. Hal itu terbukti, kepribadian Syadzily sangat berpengaruh terhadap kehidupan spirit­ual kaum muslimin di berbagai belahan bumi.

Khusus Umat Nabi Muhammad

Lailatul Qadr, yang nilainya sama de­ngan atau bahkan melebihi seribu bulan alias 83 tahun plus empat bulan, sungguh penuh berkah dan rahmah. tstimewanya, Malam Kemuliaan ini hanyalah khusus untuk umat Muhammad SAW, sebagai­mana dikisahkan oleh Maulana Muham­ad Zakariyya Al-Khandahlawi dalam kitabnya, Fadhailul A’mal.

Suatu hari Rasulullah SAW termenung menyaksikan nasib umatnya yang rata-rata mempunyai usia pendek. Karena usia pendek itulah, kaum muslimin sulit menandingi umat lain (yang rata rata berusia panjang) dalam beramal shalih. Maka untuk menghibur hati Rasulullah SAW ,Allah Ta’ala menganugerahkan Lailatul Qadr kepada umatnya. Jika seorang hamba mendapat anugerah Allah Ta'ala berupa kesempatan beriba­dah pada 10 malam terakhir di bulan Ra­madhan, dan mendapat keberkahan Lai­latul Qadr, ia seolah-olah telah beribadah selama seribu bulan.
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasul­ullah SAW bercerita mengenai seorang lelaki dari Bani Israil yang menghabiskan hidupnya untuk berjihad selama seribu bulan.
Mendengar kisah itu, para sahabat "cemburu", karena mereka merasa tidak mungkin dapat mencapai prestasi seperti itu. Maka Allah Ta'ala pun kemudian ber­kenan menganugerahkan Lailatul Qadr.
Rasulullah SAW pernah menyebut empat orang lelaki dari Bani Israil yang menghabiskan hidup mereka untuk ber­ibadah kepada Allah Ta'ala selama 80 tahun berturut-turut tanpa pernah ingkar sedikit pun. Mereka itu ialah Nabi Ayub AS, Nabi Zakariya AS, Nabi Hizkiel AS, dan Nabi Yusak AS.
Mendengar kisah itu, para sahabat takjub, lalu Malaikat Jibril membacakan surah Al-Qadr, yang menyebutkan keber­kahan malam yang sangat istimewa itu.
Masih banyak lagi riwayat yang meng­ungkapkan sebab-musabab turunnya Lailatul Qadr, anugerah Allah Ta'ala khu­sus bagi hamba-hamba-Nya umat Nabi Muhammad yang shalih.

Titik Tolak Segala Kemuliaan

Secara harfiah, Lailatul Qadr artinya "malam penentuan:' Tapi, para ulama ahli tafsir lazim menyebutnya sebagai "malam yang agung" atau "malam kemuliaan", sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Qadr ayat pertama.
Sementara' kata qadr mengandung tiga makna. Pertama, "penetapan dan pengaturan", sehingga Lailatul Qadr di­pahami sebagai malam penetapan Allah Ta'ala bagi perjalanan hidu'p manusia. Maksudnya, dipahami bahwa AI-Quran turun pada malam itu, dan karenanya Allah Ta'ala mengatur dan menetapkan khiththah manusia.
Kedua, kata qadr juga bisa diartikan "sempit'. Malam yang penuh berkah itu menjadi sempit, karena banyaknya jum­lah malaikat yang turun ke bumi, sebagai­mana terungkap dalam surah Al-Qadr ayat 4, "Pada malam itu turunlah para ma­laikat dan Malaikat Jibril dengan izin Allah untuk mengatur segala urusan"
Ketiga, kata qadr bisa bermakna ke­muliaan. Malam itu adalah malam yang sungguh mulia, karena Allah Ta'ala sa­ngat memuliakannya. Allah Ta'ala juga memilihnya sebagai malam saat turunnya Al-Quran, sebagaimana disebut dalam surah Al-Qadr ayat 1, "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan."
Mengenai turunnya AI-Quran itu, da­lam kitab tafsirnya, ahli tafsir yang sangat terkenal, Ibnu Katsir, menjelaskan, kala itu Allah Ta'ala menurunkan Al-Quran dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-lzzah di langit dunia, lalu berangsur-angsur diwahyukan kepada Rasulullah SAW dalam jangka waktu 23 tahun. Sementara menurut Prof. Dr. Quraish Shihab dalam tafsir AI-Mishbah, Lailatul Qadr menjadi mulia karena pada malam itu Al-Quran diturunkan.
Karena sifat mulia malam yang isti­mewa itulah, Lailatul Qadr juga menjadi titik tolak segala kemuliaan yang dapat diraih oleh kaum shalihin. Nilai ganjaran amal ibadah yang ditunaikan pada ma­lam itu lebih utama daripada amal ibadah yang dikerjakan selama seribu bulan, sebagaimana ditegaskar dalam surah Al-Qadr ayat ayat 3, "Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
Dalam pada itu, hamba malam itu bertaubat, dosa-dosanya dihapuskan oleh Allah Ta’ala ,sebagaimana sabda Rasulullah SAW ” Barang siapa shalat di Malam Qadr karena sungguh-sungguh beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, atas dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari dan Muslim).
Malam itu sungguh merupakan malam yang berlimpah rahmat. Saking berlimpah ruahnya rahmat luar biasa itu, Jibril dan para mailakat pun turun ke bumi, mengengelilingi halaqah-halaqah dzikir, lalu menghamparkan sayap-sayap mereka bagi hamba Allah yang khusyu' beribadah sebagai penghormatan bagi mereka. Para malaikat itu turun, lewat di depan para hamba Allah yang sedang shalat di malam Qadr, sambil terus-menerus mengucapkan salam kepada mereka, sampai terbit fajar.

Lailatul Qadr Pertama
Sungguh sangatlah beruntung para hamba Allah yang beribadah di malam itu. Lebih beruntung lagi ialah para hamba Allah yang mendapat keutamaan dan keberkahan Lailatul Qadr. Menurut Quraish Shihab dalam karyanya, Wawasan Al- Quran, orang yang mendapatkan Lailatul Qadr akan senantiasa dikawal oleh malaikat. Jiwanya akan selalu terdorong untuk melakukan kebajikan, sementara ia selalu merasakan aman dan damai. Rasa aman dan damai itu tak terbatas sampai fajar, tapi sampai terbitnya fajar kehidupan yang baru di kelak kemudian hari, sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surah Al-Qadar ayat 4 dan 5, "Pada malam itu turun para malaikat dan Jibril dengan izin Allah untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kedamaian dan kese­jahteraan sampai terbit fajar."
Perasaan aman dan damai itu pernah dialami oleh Rasulullah SAW, yaitu ketika beliau sedang bertahannuts di Gua Hira, mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, sambil merenungkan kondisi masyarakat di sekelilingnya yang penuh kemusyrik­an. Ketika jiwa Rasulullah SAW telah mencapai tingkat kesucian, turunlah Jibril membawa ajaran Allah Ta'ala dan mem­bimbing beliau, sehingga terjadilah peru­bahan total dalam hidup beliau, yang mempengaruhi perjalanan hidup sege­nap umat manusia.
Itulah Lailatul Qadr pertama yang di­temui atau menemui Rasulullah SAW. Dan sebagai pemimpin yang sangat me­nyayangi umat, beliau pun menganjurkan umatnya untuk memburu Lailatul Qadr. Bahkan dianjurkannya pula agar orang yang merasa lemah sekalipun tidak me­lewatkan pencarian Lailatul Qadr, yang diyakini turun pada tujuh hari terakhir bu­lan Ramadhan.
Sabda Rasulullah SAW, "Carilah Lai­latul Qadr di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda, "Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh hari terakhir. Jika kalian tidak mampu, janganlah sam­pai terluput tujuh hari sisanya." (HR Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya para hamba Allah yang mukmin mempersiapkan dan melengkapi diri dengan amal shalih, un­tuk memburu Lailatul Qadr.
Meskipun Syaikh Syadzily sudah mencoba menghitung kemungkinan tu­runnya Lailatul Qadr pada malam terten­tu, hingga kini turunnya malam yang mulia dan penuh berkah itu tidak diketahui de­ngan pasti. Karena itu, para ulama pun tidak pernah menyepakati kepastian saat turunnya Lailatul Qadr. Dalam kitab Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar, ada 40 pen­dapat yang saling berbeda mengenai saat turunnya Lailatul Qadr., Bahkan Ra­sulullah SAW sendiri, sebagaimana di­sebut di atas, hanya memberikan ancar ­ancar.Yaitu, di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Mengapa Sepuluh Hari Terakhir
Dalam kitab Fadhailul A'mal dikisah­kan, suatu hari sahabat Abu Dzar berta­nya kepada Rasulullah SAW, "Apakah Lailatul Qadr itu hanya dikhususkan pada zaman Rasulullah SAW, ataukah akan berlangsung setelahnya?"
"Malam Qadr itu akan berlangsung hingga hari kiamat," jawab Rasulullah.
"Di bagian manakah dalam bulan Ra­madhan Lailatul Qadr akan turun?"
"Carilah pada sepuluh malam yang pertama dan sepuluh malam yang ter­akhir;" jawab Rasulullah SAW lagi.
Beberapa saat kemudian, sahabat Abu Dzar bertanya lagi, "Di malam yang mana di antara sepuluh hari itu Lailatul Qadr turun?"
Pertanyaan ini membuat Rasulullah SAW agak gusar, lalu beliau bersabda, "Lailatul Qadr itu tersembunyi dariku, baik sebelum maupun sesudahnya. Jika Allah SWT berkehendak memberitahukannya, Dia akan memberitahukannya. Carilah pada tujuh hari terakhir, dan setelah itu kamu jangan bertanya lagi.
Dalam sebuah hadits riwayat Ubadah bin Shamit RA dikisahkan, suatu malam Rasulullah SAW keluar rumah untuk men­jelaskan datangnya Lailatul Qadr. Ketika itu ada dua orang sahabat yang sedang berdebat tentang Malam Kemuliaan itu.
Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Aku keluar untuk mengabarkan ke­pada kalian tentang Lailatul Qadr, tapi ada dua orang berdebat sehingga tak bisa lagi diketahui kapan turunnya Lailatul Qadr. Mungkin ini lebih baik bagi kalian . Carilah di malam 29,27, dan 25,” (HR Bukhari).
Selain memberi tahu datangnya lailatul Qadr di malam malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramashan, Rasulullah SAW juga memberi teladan betapa beliau senantiasa memburu lailatul Qadr dengan beri'tikaf di masjid,terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ketika saat itu tiba, beliau membangunkan keluarga dan mengencangkan ikatan sarungnya,lalu beribadah, sebagaimana dikisahkan dalam beberapa hadits shahih.
Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah RA. "Ketika masuk sepuluh hari buIan Ramadhan, Rasulullah SAW ’menghidupkan” malam dengan membangunkan keluarga dan mengencangkan sarung. Beliau lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) pada sepuluh hari terakhir melebihi hari-hari lainnya:' (HR Muslim).
Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sengaja dipilih bukan tanpa alasan. Menurut Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran, pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan sebagai penyucian jiwa, diharapkan jiwa manusia yang telah berpuasa selama 20 hari telah mencapai tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam yang mulia itu berkenan menghampirinya.
Oleh karena itu wajar jika Lailatul Qadr tidak akan mendatangi orang yang tidak siap menerimanya. Malam yang penuh berkah itu akan menghampiri hamba Allah yang sudah mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa untuk menyambutnya. Jika jiwa telah siap, kesadaran telah bersemi, insya Allah Lailatul Qadr akan datang menghampirinya.

Hikmah Tersendiri
Misteri Lailatul Qadr memang me­rupakan hikmah tersendiri. Maksudnya, agar hamba Allah yang shalih benar-be­nar berusaha dan memaksimalkan po­tensi pribadinya untuk beribadah, berdoa, dan berdzikir selama sepuluh hari ter­akhir. Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar menulis, jika tanggal kedatangan Lailatul Qadr sudah dipatok, dikhawatirkan kaum muslimin hanya akan memfokuskan iba­dah pada hari tersebut dan meremehkan hari-hari lainnya.
Penjelasan Imam Fakhrurrazi seputar hikmah kerahasian Lailatul Qadr sangat menarik. Menurutnya, Allah Ta'ala senga­ja menyembunyikan keridhaan-Nya pa­da setiap ketaatan, sehingga timbul ke­inginan untuk melakukan seluruh ketaat­an dan ibadah. Sebab, kita tidak tahu dari ibadah yang manakah Allah Ta'ala ber­kenan menganugerahkan keridhaan­Nya kepada kita.
Demikian pula, Allah Ta'ala menyem­bunyikan murka-Nya pada setiap perkara maksiat, agar kita berhati-hati dan men­jauhi semua maksiat, sekecil apa pun, karena kita tidak tahu dari maksiat mana murka Allah Ta'ala akan datang.
Dia juga menyembunyikan para wali­Nya, agar manusia tidak terlalu bergan­tung kepada mereka dalam berdoa, se­baiknya berusaha berdoa sendiri dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Dia juga menyembunyikan waktu dikabul­kannya doa pada hari Jum'at, supaya kita berusaha meraihnya di sepanjang hari itu. Begitu pula Allah Ta'ala menyem­bunyikan penerimaan taubat dan amalan hamba-Nya, supaya kita senantiasa isti­qamah dan ikhlas dalam beramal, dan senantiasa bersegera dalam bertaubat.
Dia pun memiliki 99 nama yang indah alias Asmaul Husna, tanpa melebihkan satu di antara yang lain. Sehingga ketika Rasulullah SAW bersabda "Barang siapa menghafal dan mengimaninya akan ma­suk surga", kita pun terpacu untuk meng­hafal seluruh 99 nama Allah Ta'ala yang indah tersebut.
Demikian pula dengan misteri Lailatul Qadr. Allah Ta'ala tidak menentukan tang­gal yang persis, agar kita mengagungkan dan menghidupkan seluruh malam Ra­madhan dan mendekatkan diri kepada­Nya.
Meskipun demikian, Allah Ta'ala Maha Bijaksama. Dengan rahmat-Nya, Dia bimbing Rasul-Nya untuk menjelas­kan ancar-ancar malam-malam yang le­bih dekat kepada turunnya Lailatul Qadr, yaitu sepuluh hari terakhir di bulan Rama­dhan.
Marilah kita berlomba-lomba mem­buru keberkahan malam yang "lebih baik daripada seribu bulan" itu.

Monday, September 15, 2008

DOA DOA LAILATUL QADR

Bulan Ramadhan secara keseluruhan adalah bulan yang memiliki banyak ke­istimewaan. Di antara keistimewa­annya, di bulan ini terdapat Lailatul Qadr, satu malam yang oleh Al-Qur­an dikatakan, "Lebih baik daripada seribu bulan." Malam yang bernama Lailatul Qadr itu adalah malam yang penuh berkah, saat dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar de­ngan penuh kebijaksanaan.
Karena sangat istimewanya ma­lam ini, kita dianjurkan untuk me­ngisinya dengan banyak beribadah dan berdoa kepada Allah Azza Wajalla.

Kebesaran dan Kemuliaan Lailatul Qadr

Ada banyak hal tentang Lailatul Qadr yang penting untuk kita ke­tahui. Di samping akan semakin me­nambah pemahaman kita tentang malam itu, pengetahuan-pengeta­huan tersebut insya Allah juga akan semakin memotivasi kita untuk be­nar-benar memanfaatkan kesempat­an yang hanya datang sekali dalam setahun itu.

Pengertian Lailatul Qadar

Kata Lailatul Qadr tersusun dari dua kata, lailah (lailatun) dan al­-qadr. Lailah artinya malam, sedang­kan al-qadr artinya asy-syaraf wal­izham (kemuliaan dan kebesaran).

Maka Lailatul Qadr artinya malam kemulian atau kebesaran yang ke­muliaan dan kebesarannya tidak ada bandingnya. Ia mulia karena ter­pilih sebagai malam turunnya Al­Quran dan menjadi titik tolak segala kemuliaan yang dapat diraih.
Ada pula pendapat lain. Dalam ki­tab Tafsir al-Munir disebutkan, "Makna al-qadr adalah at-taqdir (penetapan). Dan Lailatul Qadr di­beri nama demikian karena Allah Ta' ala menakdirkan pada malam itu apa-apa yang dikehendaki-Nya be­rupa penetapan-Nya sampai tahun mendatang mengenai urusan maut, ajal, rizki, dan sebagainya."
Tapi bukankah ditakdirkannya segala perkara itu pada malam Nish­fu Sya’ban? Jika timbul pertanyaan demikian, penjelasannya tertera da­lam kitab Tafsir ash-Shawi Juz IV
halaman 320, "Maka jika engkau berkata `Sesungguhnya ditakdirkan­nya segala perkara itu pada malam Nishfu Sya'ban', jawabannya, `Per­mulaan takdir adalah malam Nishfu Sya'ban, dan diserahkannya kepada para malaikat adalah pada Lailatul Qadr'."
Ada pula yang mengartikan bah­wa al-qadr adalah "sempit". Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang tu­run ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr, "Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan."
Ketiga arti tersebut pada hakikat­nya dapat menjadi benar semuanya. Karena, bukankah malam tersebut adalah malam mulia; yang bila da­pat diraih ia menetapkan masa depan manusia, dan pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenang­an?

Pada Malam Keberapa la Hadir?

Mengenai pada malam keberapa kemunculannya di bulan Rama­dhan, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan, ia dapat mun­cul pada malam apa saja (keberapa saja). Ada pula yang berpendapat, Lailatul Qadr itu berpindah-pindah pada sepuluh hari yang terakhir bu­lan Ramadhan. Pendapat lain me­ngatakan, ia berpindah-pindah pada malam-malam yang ganjil dari sepu­luh hari yang terakhir itu.
Ada juga yang mengatakan, di ma­lam kedua puluh satu. Ada yang bi­lang, di malam kedua puluh tiga. Ulama lain mengatakan, di malam kedua puluh lima. Sebagian yang lain mengatakan, di malam kedua puluh tujuh. Dan ada pula yang ber­pendapat bahwa ia muncul di malam kedua puluh sembilan.
Masing-masing ulama memiliki dasar atas pendapatnya itu. Di sini disebutkan salah satunya, yaitu pen­dapat yang mengatakan bahwa ia muncul di malam kedua puluh tujuh. Beberapa hadits dan isyarat me­nguatkan pendapat ini. Diriwayat­kan dari Ibnu Umar RA, is berkata, "Rasulullah SAW bersabda, `Barang siapa berusaha menuntutnya, hendak­lah ia menuntutnya pada malam ke­dua puluh tujuh'." (HR Ahmad).
Apakah, bila Lailatul Qadr hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam ke­hadirannya itu, meskipun tidak meng­isinya dengan ibadah?.Menurut keterangan-keterangan yang ada, ma­lam ini tidak akan ditemui oleh orang-orang yang tidak mempersiap­kan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Kebaikan dan ke­muliaan yang dihadirkan oleh ma­lam ini tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja.

Tanda-tanda Lailatul Qadr

Mengenai tanda-tanda Lailatul Qadr, para ulama berbeda pendapat. Di antaranya, orang yang mendapati malam Lailatul Qadr melihat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit bersujud kepada Allah. Ada juga yang mengatakan, tandanya adalah alam terang benderang wa­laupun di tempat-tempat yang gelap. Ada lagi yang mengatakan, orang yang mendapatkan malam itu mendengar salam para malaikat dan tu­tur katanya.
Sedangkan keterangan yang di­sebutkan dalam hadits adalah, pagi harinya matahari terbit dalam ben­tuk yang sangat putih bersih bagai bulan purnama, tidak memancarkan sinar yang keras, melainkan lembut saja. Siang harinya tidak terasa pa­nas, padahal matahari sangat cerah, terang benderang. Udaranya sangat nyaman, tidak panas dan tidak pula dingin.

Tidak Mesti Mengetahuinya

Untuk mendapatkan keutamaan malam ini dan memperoleh pahala seribu bulan itu, tidak disyaratkan kita mengetahui bahwa malam itu adalah Lailatul Qadr, melainkan cu­kup adanya mushadafah (yakni ber­kebetulan atau bertepatan). Artinya, jika amal-amal ibadah yang kita la­kukan ternyata bertepatan dengan malam itu, berarti kita telah men­dapatkannya, meskipun kita tahu bahwa malam itu adalah Lailatul Qadr. Memang terkadang sebagian orang shalih "dibukakan" mengenai malam tersebut, tetapi itu tidak men­jadi syarat untuk memperoleh paha­la seribu bulan.
Untuk menghasilkan terbukanya malam yang diberkahi ini, AI-Ghazali dalam Ihya' Ulumiddin juz I halaman 242 mengatakan, "Dan Lailatul Qadr itu sebutan untuk suatu malam yang terbuka dengan nyata padanya se­suatu dari Alam Malakut, dan ia itu­lah yang dimaksud dalam firman Allah, 'Sesungguhya Aku turunkan dia pada malam kemuliaan'. Barang siapa meletakkan di antara hati dan dadanya kantung makanan (artinya memenuhi perutnya), ia terdinding darinya. Dan orang yang mengosong­kan perut besarnya pun belum men­cukupi baginya untuk mengangkat hijab sebelum dikosongkannya gerak hatinya dari segala sesuatu selain Allah Azza wa Jalla."
Dalam rangka menyambut ke­hadiran Lailatul Qadr itu, yang Nabi SAW ajarkan kepada umatnya anta­ra lain adalah melakukan i'tikaf di masjid. Walaupun dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja (bahkan ada yang menga­takan, walaupun hanya sesaat sela­ma dibarengi niat yang suci), beliau selalu melakukannya pada sepuluh hari terakhir bulan puasa. Di sana­lah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Lailatul Qadr yang ditemui atau yang menemui Nabi SAW pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah ar-Ruh (Malaikat Jibril) membawa ajaran dan bimbingan ke­pada beliau, sehingga tejadilah per­ubahan total dalam perjalanan hi­dup beliau, bahkan perjalanan hidup umat manusia. Jadi, kalau kita ingin mendapatkan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan kita, marilah kita manfaatkan kehadiran malam mulia ini sebaik-baiknya.

Keutamaan Berdoa pada Lailatul Qadr

Sufyan ats-Tsauri berkata, "Ber­doa pada Lailatul Qadr lebih aku sukai daripada shalat." la berkata pula, "Apabila seseorang membaca Al-Quran, berdoa, serta meningkat­
kan doanya kepada Allah, mudah­ mudahan dia memperoleh waktu mustajab." Yang dimaksudkan oleh Sufyan dengan "berdoa lebih aku su­kai daripada shalat" adalah, shalat yang banyak mengandung doa di dalamnya lebih baik daripada shalat yang kurang doa di dalamnya. Dan jika seseorang melakukan shalat dan berdoa, itu dipandang lebih baik.
Rasulullah SAW bertahajjud di malam-malam bulan Ramadhan dan membaca Al-Quran dengan tertib. Beliau tidak melalui ayat rahmat, melainkan memohon kepada Allah.Tidak melalui ayat azab, melainkan mohon perlindungan kepada-Nya. Beliau mengumpulkan shalat, qira­-at, doa, dan tafakur. Inilah amalan­ amalan istimewa dalam puluhan yang akhir di bulan Ramadhan, di samping amalan-amalan yang lain.

Doa-doa yang Dibaca pada Lailatul Qadr

Telah jelas bahwa sangat disukai kita memperbanyak doa pada Lai­latul Qadr. Meskipun tidak ada ke­terangan tunggal dan pasti menge­nai kapan terjadinya Lailatul Qadr artinya pada tanggal berapa di an­tara malam-malam Ramadhan ia muncul - penjelasan-penjelasan da­lam hadits dan pendapat ulama mem­berikan banyak informasi tentang saat-saat yang diduga kuat terjadi­nya Lailatul Qadr. Maka pada ma­lam-malam yang kita duga merupa­kan Lailatul Qadr, kita dianjurkan untuk banyak memohon ampunan dan berdoa. Banyak doa yang dapat kita baca di malam itu, di antaranya doa-doa yang di bawah ini.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Aisyah, Rasulullah mengajar­kan kepadanya doa yang diucapkan pada Lailatul Qadr:

Allahumma innaka 'afuwwun tuhib­bul `afwa fa `fu `anni.
"Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pemaaf, Engkau menyukai kemaafan. Maka maafkanlah aku:'
Atau jika menginginkan yang lebih lengkap lagi, dapat membaca doa ini:
Allahumma innaka 'afuwwun kari-mun tuhibbul-'afwa fafu anni. Allahum­ma inni as'alukal-`afwa wal-`afiyata wal-­mu`afatad-da'imata fid-ini wad-dunya wal-akhirah.

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Mahamulia, Engkau suka memaafkan. Maka maafkanlah aku. Ya Allah, aku mohon kemaafan dan afiat, serta perlindungan yang te­tap dalam urusan agama, dunia, dan akhirat."
Ini adalah doa yang jami’(yang lengkap) yang amat indah, yang harus dipelihara baik-baik karena doa ini melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Dalam Hasyiyah al-Jalalain, Ash-Shawi berkata, "Doa yang paling baik pada malam itu ialah memohonkan kemaafan dan kearifan sebagaimana yang telah diterima dari Nabi SAW." Berkata pula Ibnu Rajab, "Afuww (Maha Pe­maaf - dalam doa di atas) adalah satu nama dari nama-nama Allah."
Dia menyukai kemaafan. Dia me­nyukai para hamba yang bermaaf-­maafan, supaya Allah memaafkan mereka. Allah lebih suka memaafkan dari pada menyiksa. Karena itu, baik di malam Lailatul Qadr maupun di waktu kapan saja, kita dianjurkan untuk membaca doa ini:

A `udzu biridhaka min sukhthika wa 'afwika min `uqubatik.

"Aku berlindung dengan keridhaan­Mu, dari kebencian-Mu (dari kemarah­an Engkau), dan dengan kemaafan­Mu dari siksaan-Mu."

Yahya bin Mu'adz berkata, "Andai kata bukan maaf yang paling disukai Allah, tentulah tidak ditimpakan co­baan atas orang-orang yang mulia di sisi-Nya. Allah banyak melimpakan cobaan kepada wali-wali-Nya untuk kelak dimaafkan-Nya."
Dalam sebuah hadits dari Ibnu Ab­bas disebutkan, Nabi bersabda, "Se­sungguhnya Allah melihat pada Lai­latul Qadr kepada orang-orang muk­min dari umat Muhammad, lalu mere­ka dimaafkan dan dirahmati-Nya, ke­cuali empat orang, yaitu:
Peminum arak,pendurhaka kepada ibu-bapak, orang yang selalu bertengkar, danorang yang memutuskan silaturahim."
Doa lain yang dapat kita baca di ma­lam mulia ini adalah sebagai berikut:

Bismillahir-rahmanir-rahim. Allahum­ma innaka 'afuwwun tuhibbul-`afwa fa `fu `anni Afwaka ya 'afuwwu fil-mahya wa fil­mamati `afwaka, wa fil-quburi afwaka, wa `indan-nusyuri 'afwaka, wa 'inda ta­thayurish-shuhufi `afwaka, wa fil-qiyamati `afwaka, wa fi munaqasyatil-hisabi `afwaka, wa `indal-mamarri `alash-shirathi `afwaka, wa `indal-mizani `afwaka, wa fi jami`il-ahwali afwaka, ya `afuwwu, `afwaka.

"Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampun­an, maka ampunilah aku. Aku memohon ampunan-Mu, wahai Yang Maha Peng­ampun, dalam kehidupan, dalam ke­matian, aku juga memohon ampunan­Mu, dalam kubur aku juga memohon ampunan-Mu, ketika dibangkitkan aku juga memohon ampunan-Mu, ketika di­ berikan lembaran amal aku juga me­mohon ampunan-Mu, di hari kiamat aku juga memohon ampunan-Mu, ketika si­dang perhitungan amal aku juga me­mohon ampunan-Mu, dalam semua ke­adaanh aku juga memohon ampunan­Mu, wahai Yang Maha Pengampun, aku memohon ampunan-Mu."

Sebagian dari ulama mutaqaddi­min (ulama-ulama masa lalu) dalam doanya mengucapkan:

Allahumma inna dzunubi qad `azhu­mat fajallat `anish-shifati wa innaha shagiratun fi janbi `afwika, fa `fu `anni

"Wahai Tuhanku, sesungguhnya dosaku sungguh sangat besar, tidak dapat disifatkan lagi. Dan sesungguh­nya dosaku itu kecil di sisi kemaafan­Mu. Maka maafkanlah aku."
Yang lain lagi dalam doanya me­ngatakan:
Jurmi `azhimun wa 'afwuka katsirun fajma `bayna Jurmi wa `afwika ya karim.

"Dosaku sangat besar dan kemaaf­an-Mu sangat banyak. Maka kumpul­kanlah dosaku dengan kemaafan-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah!" Yang dimaksud "kumpulkanlah" ialah agar dosanya dihapuskan.
Rasulullah SAW menyuruh kita meminta kemaafan pada Lailatul Qadr selain meningkatkan amal ibadah kepada-Nya. Di malam-ma­lam puluhan yang akhir, para arif, walaupun meningkatkan amal iba­dahnya, tidak memandang bahwa ibadahnya telah banyak, dan selalu memohon kemaafan.
Yahya bin Mu'adz berkata, "Bukan orang yang arif orang yang tujuan amalannya bukan untuk memperoleh kemaafan dari Allah." Mutharrif me­ngatakan, "Wahai Tuhanku, ridhailah kami. Jika Engkau tidak meridhai kami, maafkanlah kami."

Sekurang-kurang Qiyam Lailatul Qadr

Telah diterangkan oleh An-Na­wawi pendapat As-Shan'ani tentang apa yang harus kita lakukan sekurang-kurangnya supaya kita dipan­dang telah mengerjakan qiyam Ra­madhan. Setidak-tidaknya pada Lai­latul Qadr kita mengerjakan shalat Subuh dan Isya dengan berjamaah. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Barang siapa melakukan shalat Maghrib dan Isya dengan ber­jamaah, ia telah mengambil bagian­nya yang sempurna dari Lailatul Qadr."
Diriwayatkan pula, Nabi SAW bersabda, "Barang siapa shalat Isya dengan berjamaah, seolah-olah ia te­lah berdiri pada sebagian malam. Dan apabila ia shalat Subuh dengan berjamaah pula, seakan-akan ia te­lah berdiri separuh malam lagi."
Dan seyogianyalah diperbanyak membaca dzikir di bawah ini, meng­ingat hadits "Barang siapa yang membaca:
Subhanallahi rabbis-samawatis­-sab `i wa rabbil- `arsyil- `azhim.

'Tiada Tuhan melainkan Allah, yang sangat besar kemurahan-Nya lagi sangat pemurah. Mahasuci Allah, Yang memiliki tujuh lapis langit dan Yang memiliki 'Arsy, yang amat besar.'
sebanyak tiga kali, seolah-olah ia te­lah mendapatkan Lailatul Qadr."
Karenanya, hendaklah kita memba­ca dzikir itu setiap malam, yang diha­rapkan merupakan Lailatul Qadr, de­ngan hati yang seikhlas-ikhlasnya, dari lubuk jiwa yang suci, penuh dengan rasa ketauhidan, suci dari kecemaran syirik dan dari segala maksiat.

Lalu, apakah pahala ibadah di ma­lam hari itu hanya bagi mereka yang beribadah dan melihat tanda-tanda itu? Kebanyakan ulama menetapkan bah­wa pahala ibadah tetap diperolehnya walaupun tanda-tanda tidak dapat di­lihatnya. Jadi, barang siapa beribadah malam di seluruh Ramadhan atau di puluhan yang akhir karena iman dan ikhlasnya, dengan maksud memper­oleh Lailatul Qadr, ia memperoleh pa­hala Lailatul Qadr, walaupun tidak melihat tanda apa pun.
Pengarang kitab Al-Hawi menga­takan, "Disukai, bagi mereka yang meli­hat tanda-tanda Lailatul Qadr, supaya menyembunyikannya. Dan di kala me­lihat itu, hendaklah terus berdoa de­ngan sungguh-sungguh, ikhlas, dan khusyu', dengan doa apa saja yang di­gemarinya, baik urusan dunia maupun akhiratnya, dan hendaklah ia berdoa untuk akhiratnya lebih banyak dan lebih kuat daripada untuk dunianya."
Juwaibir mengatakan kepada Adh­-Dhahhak, "Bagaimana pendapatmu tentang perempuan yang sedang nifas, perempuan yang sedang haid, orang yang sedang dalam perjalanan, dan orang yang sedang tidur nyenyak, apa­kah mereka mendapat bagiannya pada Lailatul Qadr itu?"
Adh-Dhahhak menjawab, "Semua mereka mendapatkannya, diberikan bagiannya dari Lailatul Qadr oleh Allah, Yang Rahman dan Rahim."

Istighfar-istigfhar Imam Ahmad Ar-Rifa’i

Karena pada lailatul Qadr kita di anjurkan banyak berdoa dan memohon ampun, berikut ini kami kutipkan pula dua istigfhar yang disusun oleh Imam Ahmad rR-Rifa’I, seorang sufi besardari MEsir dan pendiri Tarekat Rifa’iyah,

Astaghfirullahal-`azhimal-ladzi la ilaha illa huwal-hayyal-qayyuma wa atubu ilaihi min kulli dzanbin adznabtuhu 'amdan aw khatha-an sirran aw `alaniyatan minadz­dzanbil-ladzi a `lamu aw la a `lamu innahu huwa ya `lamu wa ana la a `lamu wa huwa `allamul-ghuyubi wa ghaffarudz-dzunubi wa sattarul-`uyubi wa kasysyaful-kurubi wa la hawla wala quwwata illa billahil-`aliyyil­`azhim.

"Aku memohon ampun kepada Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, yang Ma­hahidup lagi senantiasa mengurus hamba­Nya; dan aku bertaubat kepada-Nya dari se­gala dosa yang aku perbuat, sengaja mau­pun tidak sengaja, rahasia (tidak diketahui orang) atau terang-terangan, yang aku ke­tahui atau yang aku tidak ketahui. Sesung­guhnya Dia mengetahui dan aku tidak me­ngetahui, dan dia Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib, Maha Menghapuskan dosa­ dosa, Maha Menutupi aib, dan Maha Meng­hilangkan kesusahan. Dan tidak ada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah, Yang Mahatinggi lagi Mahaagung."

Ia juga menyusun istighfar-istighfar lain, di antaranya sebagai berikut:
Allahumma inni astaghfiruka min kulli dzanbin tubtu ilaika minhu tsumma ’udtu fihi wa astaghfiruka min kulli ma wa `adtuka bihi min-nafsi tsumma lam ufi laka bihi, wa as­taghfiruka min kulli `amalin 'amiltuhu aradtu bihi wajhaka wa khalathahu ghairuka, wa as­taghfiruka ya `alimal-ghaibi wasy syahadati min kulli dzanbin ataituhu fi dhiya'in-nahari wa sawadil-laili fi mala-in wa khala-in wa sirrin wa `alaniyatin, ya halimu ya karim. Allahum­ma ashlih ummata muhammadin. Allahum­marham ummata muhammadin. Allahum­ma sallim ummata muhammadin. Allahum­maghfir li ummati muhammadin. Allahum­maghfirli wa liman amana bika (rabbanaghfir lana wa li ikhwaninal-ladzina sabaquna bil­-imani wall taj`al fi qulubina ghillan lilladzina amanu rabbana innaka ra'ufur-rahim).
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang aku telah taubat darinya tetapi aku mengu­langinya lagi, aku memohon ampun kepada­ Mu dari setiap yang aku janjikan kepada­Mu dari diriku tetapi aku tidak memenuhinya kepada-Mu, aku memohon ampun kepadaMu dari setiap perbuatan yang aku lakukan dengan mengharapkan keridhaan-Mu tetapi kemudian tercampur dengan selain keridha­an-Mu, aku memohon ampun kepada-Mu, wahai Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, dari setiap dosa yang aku lakukan dalam terangnya slang dan gelap­nya malam, di tengah orang banyak maupun tak ada orang, secara rahasia maupun te­rang-terangan, wahai Yang Maha Penyantun lagi Mahamulia.
Ya Allah, perbaikilah umat Nabi Muham­mad; ya Allah, kasihilah umat Nabi Muham­mad; ya Allah, selamatkanlah umat Nabi Mu­hammad; ya Allah, ampunilah umat Nabi Muhammad. Ya Allah, ampunilah aku dan orang yang beriman kepada-Mu.Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam beriman, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami terdapat rasa dengki terhadap orang-orang yang beriman. Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Pe­nyayang."

Wednesday, September 10, 2008

RAHASIA-RAHASIA PUASA


Rasulullah Saw. menceritakan firman Tuhannya Azza wa Jalla:

"Setiap kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali puasa, karena puasa itu bagiku dan Akulah yang membalasnya."

Rasulullah Saw. bersabda:

"Demi Allah yang menguasai nyawa Muhammad, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misik (kesturi)."
Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya dia meninggalkan syahwat dan makanan serta minumannya demi Aku, maka puasa itu bagi-Ku dan Aku yang membalasnya."

Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya setan masuk ke dalam tubuh anak Adam mengikuti jalannya darah, maka sempitkanlah jalannya dengan rasa lapar." Oleh karena itu, beliau berkata kepada Aisyah ra,

"Seringlah mengetuk pintu surga."
Aisyah berkata, "Dengan apa?"
Nabi Saw. bersabda, "Dengan rasa lapar. "

Nabi Saw. bersabda, "Kalau saja setan-setan tidak berkeliaran di hati anak Adam, tentulah mereka melihat kepada kerajaan langit. Puasa itu membantu mematahkan syahwat."
Ketahuilah bahwa bulan puasa ditetapkan oleh hilal (bulan sabit) di bulan Ramadhan dengan perkataan seorang laki-laki yang adil, sedang hilal Syawal tidak ditetapkan ,kecuali dengan perkataan dua orang laki-laki adil, baik hal itu di putuskan oleh qadhi atau tidak. Maka setiap orang mengamalkan menurut dugaannya yang terbesar dan harus berniat di waktu malam.

Ia wajib berniat puasa fardhu di bulan Ramadhan. Andaikata ia berniat di malam yang meragukan, “ Aku berpuasa jika besok bulan Ramadhan,” maka hal itu tidak boleh.
Puasa adalah tidak memasukkan sesuatu ke dalam tubuh dengan makan dan minum serta suntikan yang merusak puasa.Tidaklah merusak puasa bila seseorang berpantik (cantuk mengeluarkan darah kotor dari kepala) dan memakai celak.
Tidaklah merusak bila masuknya tidak dengan sengaja, seperti debu di jalan dan masuknya lalat ke dalam tubuh, dan berkumur serta menghirup air ke hidung yang tidak berlebihan juga tidak merusak puasa.
Apabila seseorang makan di awal siang dan menyangka bahwa itu adalah malam, kemudian menjadi jelas bahwa ia adalah siang , maka batalah puasanya.Apabila ia menelan lendir dari dada atau tenggorokannya, tidaklah batal puasanya sebagai rukhsah karena bencana yang menimpa secara umum.
Tidak wajib kafarat wajib ,kecuali dengan melakukan jimak dan tidak wajib karena makan dan minum.
Kafaratnya ialah membebaskan seorang budak .Jika tidak menemukannya ,maka ia berpuasa 2 bulan .Jika tidak sanggup, maka ia memberi makan 60 orang miskin satu mud.

Puasa itu ada 3 derajat yaitu puasa umum , puasa khusus dan puasa khusus dari yang khusus.

Puasa Umum
Adalah puasa menahan perut dan kemaluan dari memenuhi syarat

Puasa khusus
adalah mencegah pendengaran dari lisan,tangan dan kaki serta anggota tubuh dari dosa.


Puasa khusus dari yang khusus

adalah puasa hati dari kemauan-kemauan yang rendah dan pikiran duniawi serta mencegahnya dari selain Allah secara keseluruhan.

Ada beberapa perkara merusak hakikat puasa. Rasulullah SAW bersabda, ” Lima perkara yang merusak hakikat puasa pada seseorang,yaitu dusta,ghibah (menggunjingkan orang),namimah (mengadu domba), sumpah dusta dan pandangan dengan syahwat.”

Memelihara anggota-anggota tubuh dari maksiat harus dila­kukan dalam puasa orang yang khusus.
Patutlah seseorang tidak makan terlalu banyak dari makanan yang halal supaya tidak memenuhi perut, karena hal itu dibenci Allah Ta'ala. Patutlah hati seseorang menjadi bimbang antara hara­pan akan ridha Allah dan rasa takut apakah puasanya diterima atau hanya lapar, haus, dan payah. Dikatakan, "Adakalanya seseorang tidak menghasilkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan payah, karena yang dimaksud oleh puasa itu adalah menekan syahwat dan bukan hanya terbatas pada ketiadaan makan dan minum. Barangkali ia memandang yang terla­rang, melakukan ghibah, namimah, atau berdusta. Maka semua itu mem­batalkan hakikat puasa."
Puasa Sunat

Ketahuilah bahwa anjuran puasa ditekankan pada hari-hari yang mulia. Hari-hari yang mulia itu sebagiannya terdapat dalam setiap tahun, sebagiannya dalam setiap bulan, dan sebagiannya lagi dalam setiap minggu. Adapun dalam tahun setelah hari-hari Ramadhan adalah hari Arafah, hari Asyura, sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijah, sepuluh hari pertama dari bulan Muharam, dan seluruh bulan-bulan haram. Rasulullah Saw. sering berpuasa di bulan Sya'ban hingga disangka termasuk Ramadhan.
Dalam kabar dikatakan bahwa sebaik-baik puasa sesudah puasa bulan Ramadhan adalah bulan Allah Muharam. Rasulullah Saw.bersabda,

"Puasa sehari dari bulan Ramadhan lebih utama daripada 30 hari dari bulan lainnya dan puasa sehari dari bulan haram lebih utama daripada puasa 30 hari di bulan lainnya. Barangsiapa berpuasa di hari., Kamis, Jumat, dan Sabtu dari bulan-bulan haram ditetapkan Allah baginya ibadah 700 tahun."

Bulan-bulan yang mulia adalah Dzulhijah. Muharam, Rajab, dan Sya'ban. Bulan-bulan haram adalah Dzulqaidah, Dzulhijah, Muha­ram, dan Rajab. Satu menyendiri dan tiga berturut-turut.
Adapun yang terulang dalam setiap bulan adalah hari-hari di pertengahan bulan dan dinamakan hari-hari putih. Hari-hari putih adalah hari ketiga belas, keempat belas, dan kelima belas.
Adapun yang terulang dalam seminggu adalah hari Senin, Kamis, dan Jumat. Puasa "Dahr" meliputi semua itu, tetapi mereka berselisih tentang kemakruhannya.Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Sebaik-baik puasa adalah puasa saudaraku Dawud"" Barangkali inilah yang diisyaratkan dengan sabda Nabi "Ditawarkan kepadaku perbendaharaan dunia dan seluruh harta di bumi," namun aku menolakilya dan aku berkata, "Aku lapar dan kenyang sehari. Aku bersyukur kepada-Mu bila aku kenyang memohon dengan rendah diri kepada-Mu bila aku lapar." Telah diri­wayatkan bahwa Nabi Saw. tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali di bulan Ramadhan.

Wednesday, September 3, 2008

RAHASIA PUASA

Melalui hadis qudsi Rasulullah saw bersabda, "Segala amal perbuatan manusia yang baik itu adalah hak miliknya, kecuali puasa, sebab puasa adalah bagiKu, dan Akulah yang membalasnya.
Rasulullah saw. bersabda, "Demi Allah yang menguasai nyawa Muhammad, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau misik (kesturi)."
Dalam sebuah surah diterangkan bahwa Allah Taala berfirman, Hai orang-orang mukmin, puasa Ramadhan telah diwajibkan kepada­mu seperti yang telah diwajibkan bagi orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Yaitu dalam hari-hari yang telah ditentukan (yakni penuh satu bulan Ramadhan), maka siapa sakit di antaramu, atau sedang dalam bepergian, maka wajiblah berpuasa di hari-hari lain, sebaaai ganti hari-hari yang ditinggalkan." QS. Al Bagarah 183-184.
Allah Ta’ala berfirman, "Sesungguhnya dia meninggalkan syahwat dan makanan serta minumannya demi Aku, maka puasa itu bagiKu dan Aku yang membalasnya."
Puasa adalah amal ibadah yang bersifat rahasia. Di dalamnya tiada unsur pamrih atau riya' dan yang tahu pasti adalah Allah. Karena itu ibadah puasa adalah ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah. Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya. Karena itu Allah mengis­timewakan pahala orang-orang yang berpuasa dengan ikhlas.
Nabi saw. bersabda, "Adalah ketika tiba hari Kiamat, tampaklah suatu jamaah yang melayang-layang, terbang dengan sayapnya seperti burung di atas pagar-pagar surga. Lalu malaikat penjaga surga bertanya, Siapakah kalian'?" Jawab mereka, "Kami adalah orang-orang dari umat Muhammad. " Malaikat bertanya, "Beritahukanlah kepadaku, bagaimana hisab amal kalian? " Mereka menjawab, Laa... kami tidak terkena hisab, kami lolos dari hisab." Malaikat bertanya, "Bagaimana melintasi shirat?" Jawab mereka, "Tidak, kami tidak melintasi shirat . Malaikat menjadi tercengang, "Mengapa kalian sampai pada tingkat kedudukan yang tinggi ini`?" Jawab mereka, "Ketika hidup di dunia kami beramal taat dan beribadah kepada Allah dengan penuh rahasia. Karena itu kami sampai ke tingkat tertinggi di surga ini pun berlangsung secara rahasia."
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya setan masuk ke dalam tubuh manusia mengikuti jalan darah maka sempitkanlah jalannya dengan rasa lapar." Dan beliau saw. sering memberi nasihat kepada Aisyah ra. "Sering-seringlah mengetuk pintu surga." Aisyah ra. bertanya, "Dengan cara apa?" Jawab Nabi Muhammad saw "Dengan cara lapar. " Kemudian Nabi Muhammad saw. melanjutkan sabdanya,” Kalau saja setan-setan tidak berkeliaran di hati manusia, tentulah mereka melihat kepada kerajaan langit. Puasa itu membantu mematahkan syahwat.
Ditegaskan dalam fiqih bahwa seseorang boleh berbuka (tidak puasa jika dalam keadaan darurat, misalnya karna sakit keras dan jika berpuasa maka dikhawatirkan bertambah parah, dalam perjalanan dan sebagainya,
Rasulullah saw. bersabda, "Lima perkara yang diberikan kepada umatku dan tidak pernah diberikan kepada umat lain sebelumnya, yaitu :

1. Allah memandang umat ini penuh dengan rahmat, pada malam Bulan Ramadhan, padahal siapa yang dipandang penuh rahmat olehNya, maka Allah tidak akan menyiksa untuk selama-lamanya.
2. Para malaikat beristighfar bagi umat ini atas perintah Allah.
3. Bau mulut orang berpuasa di sisi Allah akan diganti dengan bau harum ­melebihi minyak kasturi.
4. Allah berfirman dan menyuruh surga agar memperindah diri, dan beruntungkan bagi hambaKu yang mukmin sebab mereka adalah para kekasihKu.
5. Allah mengampuni seluruh umat ini (umat Muhammad saw.)."

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda, siapa berpuasa di bulan Ramadhan penuh keimanan dan keikhlasan maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu."
Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya setiap bulan Ramadhan, Allah membebaskann penghuni neraka sebanyak enam ratus ribu orang telah mendapat siksa hingga lailatul Qadar, bahkan di malam Laila­tul Qadar Allah membebaskan mereka dengan jumlah lebih besar dariitu, yaitu sejumlah mereka yang dibebaskan sejak awal Ramadhan, kemudian ­tepat pada hari raya Fitri, lebih besar lagi, yaitu Allah membebaskan penghuni neraka sejumlah bilangan mereka yang telah dibebaskan sejak awal Ramadhan hingga Idul Fitri."
Dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jika malam Ramadhan berakhir, seluruh makhluk-makhluk besar, sekalian langit, bumi dan para malaikat menangis. Mereka menjadi bersedih karna benca­na yang menimpa umat Muhammad. " Para sahabat bertanya, "Bencana apakah ya Rasul?" Jawab Nabi saw. "Bencana kepergian bulan Ramadhan, scbab di dalam bulan Ramadhan segala doa pasti dikabulkan, semua scdekah diterima, dan amal-amal baik dilipatgandakan pahalanya, tetapi penyiksaan sementara dihapus. "
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya di bulan Ramadhan Allah menyuruh Kiramul Katibin (para petugas pencatat amal yang mulia) agar menulis amal-amal kebaikan umat Muhammad tanpa mengikutsertakan amal-amal perbuatan buruk mereka, dan Allah melenyapkan semua dosa mereka yang telah lalu."
Ketahuilah bahwa puasa itu ditetapkan oleh hilal (bulan sabit) di bulan Ramadhan dengan berita dari seseorang yang adil. Sedangkan hilal Syawal ditetapkan oleh dua orang yang dapat dipercaya ketika ia melihatnya kemudian diputuskan oleh qadli atau tidak. Karna itu setiap orang yang mengamalkan menurut dugaannya yang kuat haruslah berniat di waktu malam.
Melakukan niat di malam harinya adalah wajib. Seseorang tidak boleh ragu, apakah besok telah masuk bulan Ramadhan (atau telah babis waktunya) atau tidak. Misalnya dengan berniat: Aku berpuasa jika besok bulan Ramadhan. Niat yang demikian ini tidak boleh.
Telah diketahui bersama bahwa berpuasa menurut syariat ialah tidak memasukkan sesuatu makanan dan minuman serta suntikan ke dalam tubuh. Semua itu akan merusak puasa. Namun jika seseorang bercanduk (mengeluarkan darah kotor dari kepala) atau memakai celak, tidaklah merusak puasa.
Begitu juga benda-benda yang masuk ke dalam tubuh secara tidak sengaja, maka tidak membatalkan puasa. Misalnya debu atau lalat ke dalam mulut. Air secara tidak sengaja tertelan ketika berkumur atau ketika menghirupnya ke hidung. Menelan lendir dari dahak tidaklah juga membatalkan puasa.
Orang yang ketika berpuasa kemudian melakukan jimak (bersetubuh), maka wajiblah ia untuk membayar kafarat. Sedangkan orang yang batal puasa karena makan dan minum, tidak dikenakan kafarat, hanya saja harus mengganti pada bulan-bulan lain.
Adapun kafarat adalah membebaskan seorang budak. Jika tidak ada budak, maka ia harus berpuasa dua bulan penuh. Jika tidak maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin, masing masing satu mud.
Tingkatan-Tingkatan Orang Berpuasa
Tingkatan orang berpuasa itu ada tiga macam, yaitu puasa umum,puasa khusus dan puasa khawashul khawash.
1. Puasa umum
adalah puasa yang dikerjakan oleh kebanyakan orang umat- orang awam-. Mereka sebatas menahan diri dari makan, dan bersetubuh dengan istrinya. Selama berpuasa, mereka tidak mengendalikan lisannya dari maksiat, tidak dapat mengendalikan dari sifat-sifat buruknya.

2. Puasa khusus,
yaitu puasa yang dikerjakan oleh para shalihin. Mereka mengekang anggota badannya dari perbuatan dosa. Hal in dicapai jika seseorang memenuhi lima perkara secara istiqamah, yaitu :
a. Menundukkan pandangan mata dari sesuatu yang tercela menurut agama (menghindari pandangan dari maksiat).
b. Memelihara lisan dari ghibah, dusta, adu domba dan palsu. Rasulullah saw bersabda, "Ada lima perkara yang merusak pahala puasa, yaitu dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan memandang dengan penuh syahwat. "
c. Memelihara telinga dari mendengarkan sesuatu yang dibenci oleh agama.
d. Memelihara segenap anggota tubuh dari sesuatu yang dibenci agama. Hal ini termasuk memelihara perut untuk mencegah makanan yang bersifat syubhat ketika sahur atau berbuka. Apa artinya ber­puasa mengekang makanan halal di siang hari, jika ketika berbuka memasukkan makanan yang haram atau syubhat. Ini bagaikan orang yang membangun sebuah gedung di tengah kota, lalu kota itu dihancurkan. Sabda Nabi saw. "Kebanyakan orang berpuasa tidak mampu memetik hasilnya, kecuali lapar dan dahaga."
e. Tidak terlalu banyak mengisi perut di di saat berbuka, sekalipun makanan itu halal, sebab Nabi saw. bersabda, `'Tiada orang yang lebih dibenci Allah dibandingkan orang yang suka memenuhi pe­rutnya, sekalipun makanan yang halal."

3. Puasa khawashul khawash,
ialah puasa khusus. Puasa ini tingkat­annya lebih tinggi karena tidak hanya memelihara anggota badan tetapi memelihara hati dari kemauan dan pikiran-pikiran yang rendah yang bersifat duniawi. Seseorang yang mencapai tingkatan ini akan berpuasa dengan niat yang terus-menerus karena Allah. Dicegahnya hati dari perasaan riya'. Bagi orang yang sudah khawash ini, jika berpuasa kemu­dian hatinya memikirkan selain Allah, maka ia merasa puasanya telah gugur. Puasa yang demikian ini setingkat dengan puasa para Nabi dan para shidiqin. Dan memang demikianlah tujuan dan hakikat puasa.

Monday, September 1, 2008

DOA HARIAN RAMADHAN

“ Doa Harian Ramadhan “
Doa hari – 1

Yaa Allah! Jadikanlah puasaku sebagai puasa orang-orang yang benar-benar berpuasa. Dan ibadah malamku sebagai ibadah orang-orang yang benar-benar melakukan ibadah malam. Dan jagalah aku dari tidunya orang-orang yang lalai. Hapuskanlah dosaku ... Wahai Tuhan sekalian alam!!Dan ampunilah aku, Wahai Pengampun para pembuat dosa.
Doa hari – 2

Yaa Allah! Dekatkanlah aku kepada keridloan-MU dan jauhkanlah aku dari kemurkaan serta balasan-MU. Berilah aku kemampuan untuk membaca ayat-ayat-MU dengan rahmat-MU, Wahai Maha Pengasih dari semua Pengasih!!
Doa hari – 3
Yaa Allah! Berikanlah aku rizki akal dan kewaspadaan. dan jauhkanlah aku dari kebodohan dan kesesatan. Sediakanlah bagian untukku dari segala kebaikan yang KAU turunkan, demi kemurahan-MU, Wahai dzat Yang Maha Dermawan dari semua dermawan!
Doa hari – 4
Yaa Allah! Berikanlah kekuatan kepadaku, untuk menegakkan perintah-perintah-MU, dan berilah aku manisnya berdzikir mengingat-MU. Berilah aku kekuatan untuk menunaikan syukur kepada-MU, dengan kemuliaan- MU. Dan jagalah aku dengan penjagaan-MU dan perlindungan-MU, Wahai dzat Yang Maha Melihat. Doa hari – 5
Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang memohon ampunan, dan jadikanlah aku sebagai hamba-MU yang sholeh dan setia serta jadikanlah aku diantara Auliya'- MU yang dekat disisi-MU, dengan kelembutan-MU, Wahai dzat Yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.
Doa hari – 6
Yaa Allah! Janganlah Engkau hinakan aku karena perbuatan maksiat terhadap-MU, dan janganlah Engkau pukul aku dengan cambuk balasan-MU. Jauhkanlah aku dari hal-hal yang dapat menyebabkan kemurkaan-MU, dengan anugerah dan bantuan-MU, Wahai puncak keinginan orang-orang yang berkeinginan!
Doa hari – 7
Yaa Allah! Bantulah aku untuk melaksanakan puasa dan ibadah malam. Jauhkanlah aku dari kelalaian dan dosa-dosa. Dan berikanlah aku dzikir berupa dzikir mengingat-MU secara berkesinambungan, dengan Taufiq- MU, Wahai Pemberi Petunjuk orang-orang yang sesat.
Doa hari – 8
Yaa Allah! Berilah aku rizki berupa kasih sayang tenhadap anak-anak yatim dan pemberian makan, serta penyebaran salam, dan pergaulan dengan orang-orang mulia, dengan kemuliaan-MU, Wahai tempat berlindung bagi orang-onang yang berharap
Doa hari – 9
Yaa Allah! Sediakanlah untukku sebagian dari rahmat-MU yang luas, dan berikanlah aku petunjuk kepada ajaran- ajaran-MU yang terang, dan bimbinglah aku menuju kepada kerelaan-MU yang penuh dengan kecintaan-MU, Wahai harapan orang-orang yang rindu.
Doa hari – 10
Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu, dan jadikanlah aku diantara orang- orang yang menang disisi-MU, dan jadikanlah aku diantara orang-orang yang dekat kepada-MU dengan ihsan-MU, Wahai Tujuan orang-orang yang memohon.
Doa hari – 11
Yaa Allah! Tanamkanlah dalam diriku kecintaan kepada perbuatan baik, dan tanamkanlah dalam diriku kebencian terhadap kemaksiatan dan kefasikan. Jauhkanlah dariku kemurkaan-MU dan api neraka dengan pertolongan-MU, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan.
Doa hari – 12
Yaa Allah! Hiasilah diriku dengan penutup dan kesucian. Tutupilah diriku dengan pakaian qana'ah dan kerelaan. Tempatkanlah aku di atas jalan keadilan dan sikap tulus. Amankanlah diriku dari setiap yang aku takuti dengan penjagaan-MU, Wahai penjaga orang-orang yang takut.
Doa hari – 13
Yaa Allah! Sucikanlah diriku dari kekotoran dan kejelekan. Berilah kesabaran padaku untuk menerima segala ketentuan. Dan berilah kemampuan kepadaku untuk bertaqwa, dan bergaul dengan orang-orang yang baik dengan bantuan-MU,Wahai Dambaan orang-orang miskin.
Doa hari – 14
Yaa Allah! Janganlah Engkau hukum aku karena kekeliruan yang kulakukan. Dan ampunilah aku dari kesalahan-kesalahan dan kebodohan. Janganlah Engkau jadikan diriku sebagai sasaran bala' dan malapetaka - dengan kemuliaan-MU, Wahai Kemulian kaum Muslimin.
Doa hari – 15
Yaa Allah! Berilah aku rizki berupa ketaatan orang-orang yang khusyu'. Dan lapangkanlah dadaku dengan taubatnya orang-orang yang menyesal, dengan keamanan-MU, Wahai Keamanan untuk orang-orang yang takut.
Doa hari - 16
Yaa Allah! Berilah aku kemampuan untuk hidup sebagaimana kehidupan orang-orang yang baik. Dan jauhkanlah aku dari kehidupan bersama orang-orang yang jahat. Dan naungilah aku dengan rahmat-MU hingga sampai kepada alam akhirat. Demi ketuhanan-MU Wahai Tuhan seru sekalian alam.
Doa hari – 17
Yaa Allah! Tunjukkanlah aku kepada amal kebajikan dan penuhilah hajat serta cita-cita-ku. Wahai Yang Maha Mengetahui keperluan, tanpa pengungkapan permohonan. Wahai Yang Maha Mengetahui segala yang ada didalam hati seluruh isi alam. Sholawat atas Mohammad dan keluarganya yang suci.
Doa hari – 18
Yaa Allah! Sadarkanlah aku akan berkah-berkah yang terdapat di saat sadarnya. Dan sinarilah hatiku dengan terang cahayanya dan bimbinglah aku dan seluruh anggota tubuhku untuk dapat mengikuti ajaran-ajarannya, Demi cahaya-Mu Wahai Penerang hati para arifin.
Doa hari – 19
Yaa Allah! Penuhilah bagianku dengan berkah-berkahnya, dan mudahkanlah jalanku menuju kebaikan-kebaikannya. Janganlah Kau jauhkan aku dari keterdermaan kebaikan- kebaikannya, Wahai Pembeda petunjuk kepada kebenaran yang terang.
Doa hari – 20
Yaa Allah! Bukakanlah bagiku pintu-pintu sorga dan tutupkanlah bagiku pintu-pintu neraka, dan berikanlah kemampuan padaku untuk membaca Al-Quran Wahai Penurun ketenangan di dalam hati orang-orang Mu'min.
Doa hari – 21
Yaa Allah! berilah aku petunjuk menuju kepada keridloan- MU. Dan janganlah Engkau beri jalan kepada setan untuk menguasaiku. Jadikanlah sorga bagiku sebagai tempat tinggal dan peristirahatan, Wahai Pemenuh keperluan orang- orang yang meminta.
Doa hari – 22
Yaa Allah! Bukakanlah bagiku pintu-pintu karunia-MU, turunkan untukku berkah-berkahMu. Berilah kemampuan untukku kepada penyebab-penyebab keridloan-MU, dan tempatkanlah aku di dalam sorga-MU yang luas, Wahai Penjawab doa orang-orang yang dalam kesempitan.
Doa hari – 23
Yaa Allah! Sucikanlah aku dari dosa-dosa, dan bersihkanlah diriku dari segala aib. Tanamkanlah ketaqwaan di dalam hatiku, Wahai Penghapus kesalahan orang-orang yang berdosa.
Doa hari – 24
Yaa Allah! Aku memohon kepada-MU hal-hal yang mendatangkan keridloan-MU, dan aku berlindung dengan- MU dan hal-hal yang mendatangkan kemarahan-MU, dan aku memohon kepada-MU kemampuan untuk mentaati-MU serta menghindani kemaksiatan terhadap-MU, Wahai Pemberi para peminta.
Doa hari – 25
Yaa Allah! Jadikanlah aku orang-.orang yang mencintai Auliya-MU dan memusuhi musuh-musuh MU. Jadikanlah aku pengikut sunnah-sunnah penutup Nabi-MU, Wahai Penjaga hati para Nabi.
Doa hari – 26
Yaa Allah! Jadikanlah usahaku sebagai usaha yang disyukuri, dan dosa-dosaku diampuni, amal perbuatan ku diterima, dan seluruh aibku ditutupi, Wahai Maha Pendengar dan semua yang mendengar.
Doa hari – 27
Yaa Allah! Rizkikanlah kepadaku keutamaan Lailatul Qadr, dan ubahlah perkara-perkaraku yang sulit menjadi mudah. Terimalah permintaan maafku, dan hapuskanlah dosa dan kesalahanku, Wahai Yang Maha Penyayang terhadap hamba- hambanya yang sholeh.
Doa hari – 28
Yaa Allah! Penuhkanlah hidupku dengan amalan-amalan Sunnah, dan muliakanlah aku dengan terkabulnya semua permintaan. Dekatkanlah perantaraanku kepada-MU diantara semua perantara, Wahai Yang tidak tersibukkan oleh permintaan orang-orang yang meminta.
Doa hari – 29
Yaa Allah! Liputilah aku dengan rahmat dan berikanlah kepadaku Taufiq dan penjagaan. Sucikanlah hatiku dan noda-noda fitnah wahai pengasih terhadap hamba- hambaNYA yang Mu'min.
Doa hari – 30
Yaa Allah! Jadikanlah puasaku disertai dengan syukur dan penerima di atas jalan keridloan-MU dan keridloan Rasul. Cabang-cabangnya kokoh dan kuat berkat pokok-pokoknya, Demi kenabian Muhammad dan keluarganya yang suci, dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam.

Doa Menyambut Hilal Bulan Ramadhan

Allahummar-zuqna khayrahu wa barakatahu wa nurahu wa na’udzu bika min syarrihi wa syarri ma ba’dahu

"Ya Allah, berilah kami kebaikannya, keberkahannya, dan cahayanya, dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan sesudahnya."

Malam Ke...

1. Allah menghapuskan dosa Anda, seperti Anda baru lahir dari perut sang ibu.
2. Allah menghapuskan dosa Anda dan dosa kedua orangtua Anda, bila mereka mukmin.
3. Malaikat dari Arsy mohon kepada Allah agar diterima ibadah Anda, serla dihapuskan dosa-dosa Anda yang telah lewat.
4. Diberikan pahala kepada Anda sebagaimana pahala orang-orang yang telah membaca Taurat, Injil, Zabur, dan AI-Quran.
5. Diberikan pahala kepada Anda sebagaimana pahala orang yang menjalankan salat di Masjidilharam Mekah, Masjid Nabawi Medinah, serta Masjidil-Aqsha Jerusalem.
6. Diberikan pahala kepada Anda sebagaimana pahala mereka yang tawaf di Baitulmakmur. Serta seluruh batu dan bata pada bangunan itu memintakan ampunan atas dosa-dosa Anda.
7. Diberikan pahala kepada Anda seperti pahala orang yang ikut Nabi Musa AS melawan Fir'aun dan Haman.
8. Dibenkan pahala kepada Anda seperti yang Allah berikan pahala kepada Nabi Ibrahim AS.
9. Akan dibenkan pahala kepada Anda sesuai dengan ibadah seorang nabi.
10. Allah akan memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
11. Akan dihapuskan dosa Anda bila Anda meninggal, seperti Anda baru keluar dari perut ibu.
12. Pada hari kiamat, Anda akan bangkit dengan muka cemerlang seperti bulan.
13. Pada hari kiamat, Anda akan bebas dari ketakutan yang membuat manusia sedih.
14. Para malaikat memberi kesaksian salat Tarawih Anda, dan Allah tidak menghisab Anda lagi.
15. Anda akan menerima selawat dari para malaikat, termasuk malaikat penjaga Arsy dan Kursi.
16. Anda akan mendapat tulisan "Selamat” dan Allah, Anda bebas masuk surga, dan lepas dari api neraka.
17. Allah akan memberi pahala kepada Anda sesuai pahala para nabi.
18. Malaikat akan memohon kepada Allah agar Anda dan orangtua Anda selalu mendapat restu.
19. Allah akan mengangkat derajat Anda ke Firdaus (surga yang tinggi).
20. Diberikan pahala kepada Anda sesuai pahala para syuhada dan salihin.
21. Allah akan membuatkan sebuah bangunan dari cahaya untuk Anda di surga.
22. Anda akan merasa aman dan bahagia pada hari kiamat, karena Anda terhindar dari rasa takut yang amat sangat.
23. Allah akan membuatkan sebuah kota untuk Anda di dalam surga.
24. Allah akan mengabulkan 24 permohonan Anda selagi Anda masih hidup di dunia.
25. Anda akan bebas dari siksa kubur.
26. Allah akan mengangkat derajat amal kebaikan Anda sebagaimana derajat amal kebaikan Anda selama 40 tahun.
27. Anda akan secepat kilat bila melewati Siratal mustakim nanti.
28. Akan dinaikkan derajat Anda 1.000 kali oleh Allah di dalam surga kelak.
29. Allah akan memberi pahala kepada Anda seperti Anda menjalani ibadah haji 1.000 kali yang diterima Allah (haji mabrur).
30. Allah menyuruh kepada Anda untuk memakan semua buah di surga, minum air kausar, mandi air salsabil (air surga). Karena Allah Tuhan Anda, dan Anda hamba Allah yang setia.